Rabu 27 May 2020 12:50 WIB

Pendapat Pakar Soal Perubahan Fisik Selama Karantina

Selama karantina, ada sebagian orang yang aktif bergerak dan tidak.

Rep: Shelbi Asrianti/ Red: Nora Azizah
Selama karantina, ada sebagian orang yang aktif bergerak dan tidak (Foto: ilustrasi olahraga)
Foto: Piqsels
Selama karantina, ada sebagian orang yang aktif bergerak dan tidak (Foto: ilustrasi olahraga)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Masa karantina mandiri di rumah mungkin berbeda bagi tiap orang. Ada yang tetap aktif bergerak untuk mengerjakan berbagai tugas dari rumah, ada juga yang lebih sering duduk, berbaring, menyantap kudapan, atau menonton serial dari ponsel.

Pola kegiatan apapun yang dilakukan, yang jelas pembatasan sosial sangat berdampak pada perubahan fisik. Profesor riset di bidang epidemiologi dari Universitas Washington, Anne McTiernan, mengatakan efek sampingnya bergantung pada masing-masing orang.

Baca Juga

"Di sejumlah wilayah, orang-orang masih bisa berolahraga di ruang terbuka dan melakukan aktivitas penting lain. Mereka yang memiliki kesempatan ini akan mendapat manfaat peningkatan kebugaran," ujar McTiernan, dikutip dari laman Gizmodo, Rabu (27/5).

Namun, ada juga yang hanya bisa menghabiskan hari dengan tinggal di dalam ruangan Apalagi, mereka yang terlalu sering duduk di depan komputer, mengakses tablet atau gawai, akan mengalami masalah akibat kurang bergerak.

Untuk menghindari nyeri tubuh atau cedera, jangan lupa untuk berdiri sejenak dan melakukan gerakan ringan setidaknya setiap jam. Risiko lain terus-menerus berada di dalam rumah adalah jarang terpapar sinar matahari yang mengakibatkan kurangnya vitamin D.

Kekurangan tersebut bisa disiasati dengan mengonsumsi suplemen vitamin D. Bagi orang yang tidak memiliki halaman untuk berolahraga, bisa pula menyimak kelas video kebugaran daring, berjalan naik turun tangga, atau push-up sederhana.

Asisten profesor bidang kinesiologi di Universitas Wisconsin-Madison, Jill N Barnes, juga mengatakan masa bekerja dan sekolah dari rumah menyebabkan berkurangnya aktivitas fisik secara drastis. Kondisi demikian bisa berakibat pada sejumlah hal.

Beberapa di antaranya adalah hilangnya massa dan kekuatan otot, penurunan kebugaran, serta penurunan fungsi kardiovaskular dan metabolisme. Semua penurunan tersebut terjadi sedikit demi sedikit tanpa terasa, namun akan terakumulasi.

"Ketika ini terjadi selama beberapa hari, mungkin tidak ada perbedaan nyata pada tubuh yang terlihat atau terasa, tetapi sekarang kita telah beraktivitas dalam mode ini selama berbulan-bulan, perubahan kecil ini terus bertambah," kata Barnes.

Duduk terlalu lama, salah satunya, dikaitkan dengan peningkatan risiko penyakit kardio-metabolik. Bahkan jika seseorang melakukan olahraga teratur (rekomendasi latihan aerobik intensitas sedang 150 menit tiap pekan) belum bisa mengimbangi konsekuensi negatifnya.

Untuk meminimalkan efek negatif, anjuran Barnes adalah membuat jeda antara duduk dengan aktivitas ringan, seperti berjalan lambat. Aktivitas itu dapat mencegah penurunan fungsi kardiovaskular, metabolisme, dan kesehatan pembuluh darah.

Artinya, untuk setiap jam waktu duduk, seseorang harus bergerak selama 5-10 menit. Gerakan yang dilakukan cukup sederhana, seperti membersihkan meja, melakukan pekerjaan rumah tangga, naik-turun tangga, atau menari dengan iringan musik.

"Jika memungkinkan dan aman, ada baiknya berjalan-jalan di luar ruang atau di alam bebas beberapa kali dalam sepekan. Ini dapat memberikan keajaiban bagi tubuh dan pikiran, serta membantu meminimalkan efek duduk terlalu lama," ungkapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement