REPUBLIKA.CO.ID, Pernah mendengar istilah LDR atau long distance relationship? Istilah ini merujuk pada hubungan sepasang kekasih yang harus terpisah jarak. Mungkin saja keduanya bermukim di kota yang berbeda bahkan negara yang berlainan.
Untuk pasangan yang sudah menikah, muncul istilah LDM atau long distance marriage. Hal ini hampir serupa dengan LDR karena melipatkan pasangan yang terpisah jarak. Namun, LDM lebih tepat disematkan untuk pasangan suami istri. Boleh dikatakan tidak mudah menjalani hubungan seperti ini. Banyak suka-duka yang harus mereka berdua hadapi.
Psikolog keluarga dan pernikahan Nadya Pramesrani mengatakan, butuh upaya dari kedua belah pihak agar keharmonisan hubungan tetap terjaga. Jarak jauh akan terasa dekat apabila pasangan saling mendukung. Perkembangan zaman membuat jumlah pasangan LDM semakin meningkat, apalagi pasangan milenial yang open minded. ''Kebahagiaan bukan soal geografis, dekat atau jauh,'' ujar psikolog di Rumah Dandelion itu.
Ketika terpaut jarak, komunikasi biasanya berlangsung via digital. Teknologi sudah memudahkan dengan layanan perpesanan, panggilan telepon, panggilan video, maupun aplikasi tertentu seperti Skype. Sayangnya, meski sudah didukung teknologi, terkadang ada keengganan salah satu pihak untuk membahas materi dan masalah berat lewat komunikasi digital.
Menurut Nadya, tantangan terbesar yang dihadapi pasangan LDM adalah saat harus mengomunikasikan konflik. Tidak heran, karena pasangan konvensional yang serumah saja bisa kesulitan dalam hal ini. Pasangan LDM biasanya berjumpa dalam periode waktu tertentu sesuai kebutuhan. Ada yang bertemu tiap beberapa pekan sekali, sebulan sekali, atau dua bulan sekali seperti apa yang sudah disepakati bersama.
Saat sudah berjumpa pun pasangan cenderung mengabaikan konflik dan lebih memilih hal menyenangkan. Sering kali isunya itu, tetapi mau tidak mau konflik dan masalah tetap harus diselesaikan. ''Ketika ada salah satu pihak yang merasa tidak nyaman dengan kondisi tertentu, sebaiknya speak up,'' ucapnya.