REPUBLIKA.CO.ID, MASSACHUSETTS -- Hamil di tengah pandemi Covid-19, para ibu mungkin akan mempertimbangkan pilihan kelahiran di rumah. Hal itu ditujukan untuk menghindari risiko tertular virus corona tipe baru, SARS-CoV-2, saat berada di rumah sakit. Namun, ternyata hal itu tak disarankan dokter.
"Sebagai dokter kandungan, saya tidak pernah merekomendasikan persalinan di rumah," kata seorang dokter kandungan yang berpengalaman, dr Adam Wolfberg, dilansir laman Fox News.
Menurut Wolfberg, ketika melahirkan di rumah, ibu biasanya tidak memiliki akses ke intervensi dan pemantauan darurat. Risiko kematian bayi baru lahir pun meningkat dua kali lipat dibandingkan dengan melahirkan di rumah sakit.
Selain itu, melahirkan di rumah juga meningkatkan risiko cedera otak pada anak sebanyak tiga kali lipat. "Meskipun itu diinginkan, aku berpikir itu tidak aman untuk ibu dan bayinya," kata dokter kandungan yang juga merupakan kepala medis Ovia Health itu.
Langkah-langkah penuh yang ditempuh rumah sakit untuk mengurangi risiko infeksi virus corona, menurut Wolfberg, tidak dapat direplikasi di rumah. Meskipun mengakui bahwa bidan dapat melakukan persalinan yang sama baiknya dengan dokter kandungan, Wolfberg khawatir tentang kurangnya akses ke intervensi darurat dan pemantauan.
Di awal pandemi, Ovia Health mengirimkan survei anonim mingguan kepada pengguna aplikasi. Dalam survei itu, Ovia Health menanyakan para ibu hamil tentang pengalaman perawatan pranatal dan persalinan, termasuk apakah para ibu hamil itu berencana melahirkan di rumah.
Survei dimaksudkan untuk membantu komunitas obstetri memahami lanskap yang berubah di tengah pandemi. Wolfberg mengatakan, sebelum pandemi, sekitar 0,9 persen pengguna aplikasi itu melaporkan rencana kelahiran di rumah, yang secara langsung mengikuti pengalaman kebidanan nasional.
Sejak pandemi, survei mingguan melaporkan kembali, sebanyak 2,5 persen pengguna mempertimbangkan kelahiran di rumah. "Jika rencana mereka benar, kami melihat potensi tiga kali lipat kelahiran di rumah dibandingkan dengan waktu normal dan saya menemukan itu sangat memprihatinkan," kata Wolfberg.
Wolfberg yang turut membantu proses persalinan selama dua kali dalam satu pekan di Rumah Sakit Cambridge di Massachusetts itu menggambarkan lingkungan persalinan di rumah sakitnya. Menurut dia, selama pandemi berlangsung, banyak orang mulai takut berlama-lama di rumah sakit.
Menurut Wolfberg, banyak pasien harus memakai masker ketika datang ke fasilitas kesehatan. Mereka dikelilingi oleh para tenaga kesehatan yang mengenakan masker N95 dan pelindung wajah, berpakaian pelindung dari ujung rambut ke ujung kaki.
"Untungnya, di tengah-tengah ketakutan, ada kegembiraan dan kebahagiaan dan ada kehidupan baru dan itu belum berubah," kata dia.
Sisi positifnya, Wolfberg mencatat adanya pengurangan 50 persen lama tinggal di rumah sakit untuk pasiennya. Biasanya, ibu baru yang melahirkan bayi secara normal tinggal di rumah sakit selama dua hari. Sementara, ibu yang melahirkan secara caesar tinggal empat hari setelah operasi.
Lalu, selama pandemi, catatannya berubah. Pasien yang melahirkan secara normal dan caesar di rumah sakit itu masing-masing bertahan 24 dan 48 jam terakhir.
"Ini pengalaman terbatas. Tidak kalah amannya, kami tetap menjalankan praktik kebidanan dengan aman, seperti selama ini," kata Wolfberg.
Meskipun modifikasi kelahiran di pengaturan rumah sakit terjadi selama pandemi, Wolfberg meyakinkan ibu hamil tentang keselamatan mereka. Para ibu hamil, menurut dia, harus tetap yakin bahwa penyedia layanan kesehatan akan memastikan bahwa mereka memiliki kehamilan yang aman dan persalinan yang aman.
“Ini akan terlihat sedikit berbeda, tetapi pada akhirnya, para ibu dan bayi mereka akan baik-baik saja. Saya memiliki keyakinan yang sangat besar dalam hal itu," kata dia.