REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM) mendukung akses obat untuk melawan virus corona SARS-CoV-2 dengan memberikan persetujuan darurat. Persetujuan obat itu termasuk klorokuin yang kini masih diuji klinis khasiatnya bagi Covid-19, penyakit akibat infeksi virus corona tipe baru.
Deputi Bidang Pengawasan Obat, Narkotika, Psikotropika, Prekursor dan Zat Adiktif BPOM Rita Endang mengatakan, instansinya bertugas mengawasi obat, baik sebelum dan setelah beredar. Pihaknya pun berupaya mendukung pemerintah dalam rangka percepatan akses obat Covid-19.
"Kami tahu Food and Drug Administration (FDA) Amerika Serikat (AS) telah memberikan izin darurat untuk klorokuin sebagai obat Covid-19," ujar Rita saat video conference bertema Sosialisasi dan Edukasi Penggunaan Obat untuk Penanggulangan Covid-19, Jumat (8/5).
Rita mengatakan, BPOM juga mendukung akses obat Covid-19 dengan menerbitkan persetujuan darurat. Menurutnya, meski saat ini belum ada terapi atau obat untuk
Covid-19, sudah banyak dilakukan uji klinis untuk melihat efektivitas produk obat tersebut.
Rita menyebutkan, BPOM mulai mengelompokkan pasien Covid-19 dengan keparahannya kemudian diuji dengan obat antivirus klorokuin yang memiliki analgesik. Ia menjelaskan, penggunaan obat untuk Covid-19 masih tahap uji coba.
"Jadi masih memungkinkan adanya kejadian tidak diinginkan dan reaksi. Kalau terjadi efek samping bisa dilaporkan ke BPOM," katanya.
Menurut Rita, laporan itu akan masuk di sistem direktorat pengawasan obat deputi satu, kemudian diverifikasi. Data kemudian masuk ke database dan secara berkala BPOM melaporkan ke organisasi kesehatan dunia (WHO).
Selain memberikan persetujuan darurat obat yang disebut bisa menjadi terapi Covid-19, Rita menyebutkan, BPOM juga melakukan percepatan hilirisasi penelitian, praklinis, uji menggunakan hewan, dan uji klinis obat itu ke manusia. Ia memberi contoh sertifikasi cara pembuatan obat yang baik (CPOB) yang kini hanya membutuhkan tujuh hari kerja, padahal normalnya 35 hari kerja.
"Kemudian izin edar obat bisa ditunggu selama 20 hari kerja, padahal normalnya bisa membutuhkan waktu 100-120 hari kerja," ujarnya.