Sabtu 02 May 2020 04:50 WIB

Obat Alternatif Covid-19 Bermunculan, Khasiat Belum Terbukti

Masyarakat diimbau lebih bijak dalam merespons promosi obat alternatif Covid-19.

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Reiny Dwinanda
Masyarakat diserukan untuk merespons dengan bijak promosi obat alternatif Covid-19. (Ilustrasi)
Foto: PxHere
Masyarakat diserukan untuk merespons dengan bijak promosi obat alternatif Covid-19. (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Guru Besar Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada Prof Zullies Ikawati meminta agar masyarakat lebih bijaksana dalam merespons maraknya promosi obat-obat alternatif atau herbal untuk mencegah Covid-19. Ia mencermati, banyak obat alternatif yang muncul selama pandemi Covid-19.

"Selama pandemi Covid-19, banyak bermunculan obat alternatif yang diklaim bisa mengatasi virus ini, namun masyarakat perlu lebih cemat dan bijak memilih produk-produk alternatif di pasaran," kata Zullies, Kamis (30/4).

Baca Juga

Zullies mengatakan, kemunculan produk-produk ini berawal dari keprihatinan belum adanya obat untuk Covid-19 yang benar-benar direkomendasikan. Namun, aneka obat yang ditawarkan itu belum memiliki bukti ilmiah mampu atasi Covid-19.

Bahkan, menurut Zullies, klaim khasiat obat alternatif tersebut sulit diterima dengan logika ilmiah. Ia mengingatkan, walau seakan ada bukti kesembuhan, itu sejatinya hanyalah testimoni segelintir orang saja, sehingga sangat kurang mendukung kemanjuran obat-obat itu dalam mengatasi Covid-19.

Terlebih, Covid-19 di sebagian orang dengan kekebalan tubuh kuat malah tidak memberi gejala dan jadi penyakit yang bisa sembuh sendiri. Di sisi lain, keterlambatan masyarakat mendapat obat yang tepat dapat menunda kesembuhan.

Akibatnya, bahkan bisa fatal ketika virus itu tetap bereplikasi secara cepat di tubuh pasien. Karenanya, Zullies mengimbau masyarakat agar lebih cermat dan bijaksana memilih produk-produk alternatif yang beredar di pasaran.

"Inovasi-inovasi obat baru untuk Covid-19 tentu sangat diapresiasi dan diharapkan, tapi harus tetap berada dalam koridor ilmiah yang dapat ditelusuri dan dibuktikan," ujarnya.

Zullies membenarkan, Indonesia sangat kaya akan tanaman obat yang berpotensi untuk mengatasi Covid-19. Namun, aturan dalam pengembangan obat baru dari herbal tetap harus mengikuti kaidah ilmiah yang berlaku.

Sumber obat herbal sedikit berbeda dengan obat sintetik, yaitu berasal dari pengalaman empiris bertahun-tahun. Jamu-jamu atau ramuan tradisional banyak daerah umumnya berasal dari pengalaman orang menggunakannya bertahun-tahun untuk penyakit tertentu.

Selain pengalaman empirik, ada sumber obat herbal yang berupa suatu inovasi baru. Misalnya, kulit manggis atau kulit jeruk yang dulunya tidak digunakan masyarakat, tapi berdasarkan penelitian ternyata memiliki manfaat obat.

Herbal ini ada yang diolah masyarakat untuk dikonsumsi sendiri, seperti jamu. Ada pula yang diolah lebih modern, diformulasi dengan bahan-bahan lain dan disajikan secara modern seperti dalam bentuk kapsul atau tablet.

Sebagian menjadi obat herbal terstandar setelah menjalani secara praklinik kepada hewan dan uji klinis kepada manusia.

"Jika sudah diujikan secara klinis kepada manusia, dan terbukti kemanjuran dan keamanannya, maka obat herbal dapat didaftarkan sebagai fitofarmaka," kata Zullies.

Untuk memilih obat, Zullies menyarankan menggunakan obat-obat herbal yang telah terdaftar di BPOM. Untuk memastikan produk-produk telah terdaftar dan ada nomor izin edar bisa lewat aplikasi BPOM https://cekbpom.pom.go.id/ atau Halo BPOM.

Zullies mengingatkan, jika ada satu produk yang didaftarkan sebagai pangan, maka produk tersebut tidak bisa memiliki izin edar lain. Apalagi, sebagai suplemen kesehatan atau bahkan obat pada saat yang sama.

"Jadi, jika ada produk pangan yang diklaim memiliki efek pengobatan, maka itu perlu dipertanyakan," ujar Zullies.

Di lain sisi, Zullies mengingatkan agar masyarakat tak  langsung percaya kepada produk dengan klaim bombastis dan mekanisme pengobatan yang tidak jelas. Tanyakan terlebih dulu ke ahli-ahli obat, misal kepada apoteker di apotek, rumah sakit, atau institusi pendidikan farmasi.

Demikian pula saat mendapati adanya promosi obat atau produk herbal yang tidak jelas kandungannya. Zullies menyerukan agar masyarakat berhati-hati. Sebab, dimungkinkan ada kandungan produk itu yang harus dihindarkan pada penyakit tertentu yang diidap seseorang.

Untuk memastikan keamanan, menurut Zullies, masyarakat dapat berkonsultasi pada apoteker dan meminta saran produk yang lebih terjamin keamanannya. Pastikan kalau produk obat yang dikonsumsi itu jelas kandungannya dan aman.

"Semoga kita semua terhindar dari penggunaan obat-obat alternatif yang tidak tepat selama masa pandemi dan juga terhindar dari penyakit Covid-19," kata Zullies.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement