REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Covid-19 menjadi salah satu pemicu ketakutan terbesar saat ini. Banyak orang bukan takut kepada virus yang memiliki ukuran sangat kecil dan tidak terlihat itu, melainkan takut dengan akibatnya yang sangat mematikan.
Psikiater Lahargo Kembaren dari RS Marzoeki Mahdi Bogor mengatakan, itu sama halnya dengan orang sebenarnya tidak takut pada kegelapan, tetapi pada hal tidak terlihat di dalamnya. Begitu pula bukan takut ketinggian, melainkan takut jatuh.
"Takut adalah reaksi emosi yang wajar dan alamiah. Saat ada sesuatu yang dipersepsikan berbahaya oleh otak, maka akan diproduksi hormon stres yang memicu berbagai organ tubuh untuk bersiaga," ungkap Lahargo kepada Republika.co.id, Rabu (29/4).
Amygdala, bagian otak pengatur emosi, menjadi terganggu fungsinya akibat paparan berlebihan yang diterima oleh panca indera. Selanjutnya, bagian itu mengaktifkan HPA axis di otak. Hasil akhirnya adalah hormon kortisol alias hormon stres.
Efeknya pada tubuh antara lain jantung berdebar lebih kencang, napas memendek, rasa tidak nyaman di perut, keringat dingin, serta kepala dan otot terasa tegang. Kondisi itu bisa memicu kecemasan, kegelisahan, sulit tidur, dan hilangnya selera makan.
Rasa takut yang wajar berguna membuat seseorang bersikap positif dan melakukan berbagai hal untuk melindungi diri. Dalam kondisi saat ini, misalnya lebih sering mencuci tangan, memakai masker, menjaga jarak aman, dan beraktivitas dari rumah saja.
Masalahnya, pada beberapa orang, ketakutan bisa menjadi berlebih dan tidak bisa dikendalikan. Ini akan berdampak negatif pada kondisi kesehatan karena menyebabkan tubuh selalu bersiaga sehingga mengalami kelelahan fisik dan psikis.
Karena itu, Lahargo menyarankan untuk tidak memusatkan konsentrasi pada ketakutan. Lakukan hal-hal yang bisa dikendalikan yang menjadi kekuatan. Lupakan hal-hal yang tidak bisa dikontrol, itulah ketakutan yang harus dilawan.
"Jangan fokus pada ketakutan tapi fokuslah pada kekuatan. Pikirkan dan lakukan apa yang mungkin, bisa, dan harus dikerjakan untuk kebaikan semua. Pikirkan dan kerjakan sekarang, bukan nanti," kata psikiater yang juga bertugas di RS Siloam Bogor itu.