REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan negara-negara di kawasan Asia Tenggara perlu melipatgandakan upaya untuk memperkuat dan memperluas kader perawat dan bidan hingga 1,9 juta orang. Hal ini untuk mencapai visi kesehatan bagi semua pada 2030.
Menurut Direktur Regional WHO untuk Asia Tenggara Dr Poonam Khetrapal Singh, perawat dan bidan adalah pusat dari layanan kesehatan yang berkualitas untuk semua orang. Termasuk, untuk mencegah penyakit, meningkatkan kesehatan selama masa hidup, merawat ibu, bayi baru lahir dan anak-anak untuk memberikan imunisasi yang menyelamatkan jiwa, nasihat kesehatan, dan merawat orang tua.
“Kita harus melipatgandakan upaya kita untuk memastikan tenaga kerja keperawatan dan kebidanan memiliki kekuatan, keterampilan, dan dukungan untuk memenuhi kebutuhan kesehatan semua orang,” kata Singh pada peringatan Hari Kesehatan Dunia, seperti disampaikan melalui keterangan tertulis Kantor Regional WHO Asia Tenggara, Selasa (7/4).
Tema Hari Kesehatan Dunia, yang menandai dasar pendirian WHO, adalah mendukung dan memperkuat tenaga kerja keperawatan dan kebidanan. Pada 2015, WHO Asia Tenggara memulai “Dekade Penguatan Tenaga Kesehatan” yang bertujuan mengatasi kekurangan dan kesenjangan keterampilan tenaga kerja kesehatan di kawasan.
Meningkatkan pendidikan keperawatan dan kebidanan, penyebaran dan retensi pedesaan telah menjadi prioritas utama. Pada 2018, kawasan ini memiliki 3,5 juta perawat dan bidan atau18 orang per 10.000 penduduk, naik dari 2,9 juta pada 2014, rasio 16 orang per 10.000 penduduk.
“Sudah ada kemajuan, tetapi masih banyak yang harus dilakukan,” kata Singh.
Rata-rata regional masih jauh di bawah rata-rata global 37 perawat per 10.000 populasi, dan minimum yang diperlukan 40 perawat oleh 10.000 populasi. Pada 2030, kawasan ini akan membutuhkan sebanyak 1,9 juta lebih perawat dan bidan.
Untuk mengisi celah ini, Laporan Keperawatan Negara yang pertama di dunia yang dirilis hari ini, menyoroti bidang-bidang utama yang perlu difokuskan oleh negara. “Kita perlu meningkatkan jumlah perawat dan meningkatkan pendidikan keperawatan; kita perlu meningkatkan jumlah pekerjaan untuk perawat, kualitas dan distribusinya di daerah pedesaan dan terpinggirkan; dan kita perlu meningkatkan kepemimpinan, manajemen dan penugasan peran khusus untuk perawat,” ujar Dr Khetrapal Singh.
Kemajuan pada masing-masing prioritas ini akan membantu negara memperkuat layanan untuk kesehatan ibu dan anak di antara kebutuhan lain, sementara juga memposisikan mereka untuk merespon lebih baik terhadap penyakit tidak menular, untuk menyediakan layanan perawatan intensif yang memadai, dan untuk memenuhi kebutuhan kesehatan orang tua.
“Wabah global Covid-19 menekankan betapa pentingnya perawat bagi keamanan kesehatan, dan WHO mengambil kesempatan ini untuk berterima kasih kepada mereka atas layanan mereka di masa-masa sulit ini,” kata dia.
Tahun 2020 dirayakan sebagai Tahun Perawat dan Bidan Internasional, karena menandai ulang tahun ke-200 kelahiran Florence Nightingale, pelopor keperawatan modern. Tokoh asal Inggris ini menjadi terkenal saat melayani sebagai manajer dan pelatih perawat selama Perang Krimea, di mana ia mengatur perawatan untuk prajurit yang terluka.
Menyerukan kepada negara-negara untuk mempertahankan dan mempercepat kemajuan di bidang vital ini, WHO menegaskan kembali komitmennya untuk mendukung semua negara di Asia Tenggara untuk memperkuat tenaga kerja keperawatan dan kebidanan mereka.
“Bersama-sama kita dapat mencapai cakupan kesehatan universal dan memajukan agenda keadilan. Kesehatan untuk semua usia adalah mungkin. Kita harus mewujudkannya,” Singh menegaskan.