Senin 06 Apr 2020 13:28 WIB

Bisakah Seorang Anak Menjadi Psikopat?

Orang yang memiliki kriteria callous tidak merasa bersalah ataupun menyesal.

Rep: Desy Susilawati / Red: Agus Yulianto
Anak melakukan perisakan atau bullying. Gejala psikopat ternyata sudah bisa dideteksi ketika anak berusia dua tahun. (Ilustrasi)
Foto: scpr.org
Anak melakukan perisakan atau bullying. Gejala psikopat ternyata sudah bisa dideteksi ketika anak berusia dua tahun. (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - - Sejak berita pembunuhan oleh seorang anak muncul, banyak yang memberikan label psikopat pada pelaku. Istilah psikopat adalah terminologi umum untuk orang yang menunjukkan sifat-sifat, seperti kurang empati, memiliki penilaian diri yang tinggi, daya tarik superfisial, dan seringkali melanggar aturan atau norma-norma masyarakat.

Dokter spesialis kedokteran jiwa, dr. Fransiska Kaligis, Sp.KJ(K), menjelaskan, bahwa psikopat ini dikategorikan ke dalam gangguan kepribadian, biasanya disebut gangguan kepribadian antisosial. Untuk menentukan seseorang punya gangguan kepribadian, diperlukan pemeriksaan komprehensif, banyak informasi terkait pelaku pembunuhan, dan pertimbangan yang matang sebelum ditentukan diagnosisnya.

Dalam ranah gangguan kepribadian atau tingkah laku yang lebih spesifik lagi, ada kategori yang disebut callous unemotional, yang ditandai dengan ketidakmampuan merasakan empati.

“Pada kondisi callous, seseorang tidak mampu merasakan perasaan orang lain atau tidak mampu berempati, cenderung dingin, dan tidak peduli pada apa yang dialami atau dirasakan oleh orang lain,” ujar dr. Fransiska.

Orang yang memiliki kriteria callous tidak merasa bersalah ataupun menyesal ketika melakukan tindakan negatif terhadap orang lain.

Penyebab callous unemotional juga beragam, termasuk pola pengasuhan orang tua yang kurang kehangatan, cara mengajar yang terlalu keras serta koersif. Kriteria callous unemotional seringkali ditemukan pada anak dengan gangguan kepribadian antisosial, termasuk psikopat.

Namun, untuk mendiagnosis gangguan kepribadian ataupun tingkah laku, perlu dilihat berapa lamakah kriteria-kriteria tersebut dimiliki. Apakah gangguan yang dialami tersebut persisten dan berulang? Dokter baru akan melakukan diagnosis jika sudah berlangsung selama 12 bulan dan ciri-ciri kepribadian tersebut sudah terlihat sejak masa kecil dan remaja.

Deteksi dini

Orang tua memiliki peran penting dalam perkembangan anak. Untuk bisa mendeteksi ganguan kepribadian atau tingkah laku pada anak, orang tua harus memerhatikan perkembangannya, tahap demi tahap.

Kalau orang tua mulai mendeteksi ada agresivitas dan perilaku kekerasan pada anak, maka anak perlu diajak berkomunikasi terlebih dahulu, untuk menilai apakah ada penyebabnya, apakah ada masalah yang mendasari sehingga kemudian orang tua bersama anak mencari jalan keluarnya,” ungkapnya.

Kalau pendekatan terhadap anak tidak mengubah tingkah lakunya, maka orang tua perlu berkonsultasi dengan profesional, baik psikiater maupun psikolog. 

Orang tua juga bisa mencegah gangguan psikologis pada anak dengan berkontribusi penuh dalam pola pengasuhannya. Tidak hanya dengan memberikan kebutuhan nutrisi, pakaian atau tempat tinggal, namun orang tua juga perlu memberikan perhatian, dan kasih sayang setiap saat dan khususnya ketika anak membutuhkannya.

Usia remaja juga sangat krusial. Jangan sampai orang tua menjauhkan diri meskipun di usia remaja, anak terkadang ingin menjauhkan diri dari orang tua. Tetap berkomunikasi dan berikan perhatian.

Namun, di satu sisi orang tua juga perlu memberikan batasan, aturan, lingkungan yang terstruktur, dan konsisten bagi anak.

“Tetap perlu adanya kontrol dan menerapkan disiplin, namun tidak dalam cara berlebihan ataupun menerapkannya secara keras dan penuh dengan hukuman,” tambah Psikolog Klinis Theresia Michelle Alessandra, M.Psi dalam keterangan pers yang diterima dari GueSehat, Senin (6/4).

Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement