Selasa 17 Mar 2020 15:17 WIB

Corona Mengintai, Pengguna Ojol Disarankan Bawa Helm Sendiri

Pengguna ojol sebaiknya membawa helm sendiri untuk antisipasi penularan virus corona.

Rep: Adysha Citra Ramadani/ Red: Reiny Dwinanda
Ojek online. Pengguna ojol sebaiknya membawa helm sendiri untuk antisipasi penularan virus corona.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Ojek online. Pengguna ojol sebaiknya membawa helm sendiri untuk antisipasi penularan virus corona.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Seiring dengan terus bertambahnya kasus Covid-19, masyarakat diharapkan bisa melakukan beragam antisipasi untuk mencegah penularan. Salah satu di antaranya adalah dengan membawa helm sendiri ketika menggunakan jasa ojek online (ojol).

Penyakit yang disebabkan oleh virus baru SARS-CoV-2 ini menyebar dengan cepat di berbagai belahan dunia. Badan Kesehatan Dunia (WHO) mengungkapkan bahwa Covid-19 bisa menular dari manusia ke mansuia melalui percikan droplet (percikan liur) orang yang terinfeksi. Droplet-droplet ini bisa jatuh dari bersin dan batuk orang yang terinfeksi dan mengenai objek atau permukaan benda yang ada di sekitar penderita.

Baca Juga

"Orang lain kemudian terkena Covid-19 karena menyentuh objek-objek atau permukaan ini, lalu menyentuh mata, hidung atau mulut mereka," jelas WHO melalui laman resminya.

Ojol merupakan salah satu moda transportasi yang banyak digunakan masyarakat dalam aktivitas sehari-hari. Satu helm penumpang yang disediakan pengemudi ojol bisa digunakan oleh banyak penumpang secara bergantian.

"Saya tidak mengatakan helm ojol itu jadi sumber penyakit," ujar Direktur Utama Rumah Sakit Penyakit Infeksi Prof Dr Sulianti Saroso (RSPI SS) dr Mohammad Syahril Mansyur SpP MPH usai menghadiri diskusi kesehatan yang digelar PT Unilever Indonesia Tbk bekerjasama dengan Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi), di Jakarta.

Akan tetapi, Syahril menilai akan lebih baik bila pengguna ojol membawa helm sendiri sebagai bentuk antisipasi. Alasannya, penumpang lain yang menggunakan helm tersebut mungkin saja batuk lalu menyentuh bagian helm tersebut. Di samping itu, kaca helm juga mungkin terpapar percikan liur dari orang sakit yang bersin atau batuk tanpa memakai masker.

Syahril mengatakan imbauan untuk membawa sesuatu yang pribadi juga bukan hanya untuk helm saja. Umat Muslim yang hendak shalat di masjid pun sebelumnya sudah diberi imbauan untuk membawa sajadah sendiri.

"Artinya, ini bentuk proteksi," ujar Syahril.

Di samping upaya pencegahan, Syahril menilai membawa helm sendiri ketika menggunakan jasa ojol tentu lebih nyaman. Oleh akrena itu, tak ada salahnya bila pengguna jasa ojol mulai membawa helm sendiri ketika berpergian menggunakan jasa ojol.

Hal senada juga diungkapkan oleh Ketua PERSI DKI Jakarta dr R Koesmedi Priharto SpOT MKes. Koesmedi menilai penggunaan benda yang dipakai secara bergantian oleh banyak orang seperti helm ojol memiliki risiko yang cukup tinggi.

"Kalau bisa punya helm sendiri mungkin lebih bagus pakai helm sendiri, kan ini risikonya tinggi banget, setiap orang pegang ini, tidak tahu ini bersih atau tidak," ujar Koesmedi.

Bila harus menggunakan heml ojol, penumpang disarankan untuk rajin mencuci tangan dengan cara yang benar setelah perjalanan selesai. Secara umum, mencuci tangan secara teratur dengan sabun dan air mengalir telah menjadi salah satu imbauan pencegahan penularan Covid-19 yang perlu diterapkan oleh masyrakat dalam kondisi apapun.

Terkait penggunaan jasa ojol, Koesmedi menilai risiko yang perlu diperhatikan bukan hanya perihal penggunaan helm saja. Jarak antara pengemudi dan penumpang juga cukup dekat sehingga bila salah satu di antaranya ternyata positif Covid-19, orang lainnya berisiko terpapar.

"Misalnya yang menyetir itu ternyata dia positif, Anda yang dibelakangnya kan juga kena," jelas Koesmedi.

Melihat kondisi ini, Koesmedi menilai sudah saatnya kebojakan untuk bekerja dari rumah mulai dibicarakan oleh para pimpinan terkait. Metode bekerja dari rumah ini dapat meminimalisasi kontak yang berisiko untuk terjadinya penularan.

"Kalau orang sakit di rumah saja. Sebaiknya tidak dipotong TKD, jangan dipotong gajinya. Kalau orang takut dipotong gajinya, dipotong TKD-nya, dia ngga bakal ngaku (sedang sakit) dan maksa masuk (kerja)," jawab Koesmedi. (Adysha Citra Ramadani)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement