Kamis 05 Mar 2020 23:39 WIB

Kopi Jago, Era Baru Nikmati Kopi Keliling

Ada masa depan cerah untuk memanfaatkan kopi di era digital.

Rep: Zainur Mahsir Ramadhan/ Red: Muhammad Fakhruddin
Owner Kopi Jago Yoshua Tanu
Owner Kopi Jago Yoshua Tanu

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA – CEO Kopi Jago, Yoshua Tanu beranggapan, kebutuhan kopi di Indonesia saat ini semakin meningkat. Namun ia menyayangkan, pemahaman kopi pada penikmat, bahkan barista, dinilai masih kurang.

“Kopi kekinian mulai menjamur, itu bagus. Tapi barista dan pelanggan dituntut harus memahami kualitas dan kopi itu sendiri,” ujar dia ketika ditemui Republika di Jakarta, Kamis (5/3).

Dia menambahkan, hal tersebut sangat penting. Sebab, kebutuhan kopi di Indonesia bisa dibawa ke tahap selanjutnya, lebih dari sekadar gaya hidup. 

Ia juga tak menampik, pemahaman sejarah kopi perlu diketahui setiap pihak. Terlebih, ketika Indonesia ia sebut sebagai salah satu produsen dan konsumen kopi terbesar di dunia. “Dari situ banyak barista yang perlu diedukasi lebih. Dan, itu juga perlu dimulai dari kita memang,” tambah dia.

Karenanya, ia menyebut, dengan menggunakan konsep kopi keliling dan menyajikan serta menjelaskan langsung ke pelanggan, dinilai menjadi inovasi yang baik. Bahkan, ia mengatakan, ada masa depan cerah untuk memanfaatkan kopi di era digital.

Yoshua menuturkan, saat ini belum ada barista yang langsung mendatangi konsumen untuk menyajikan dan menjelaskan langsung kopi yang dikonsumsi. Padahal, kata dia, hal tersebut bisa menjadi upaya untuk menjelaskan lebih banyak terkait kopi, selain menyajikan kopi berkualitas tinggi.

“Karena kalau loss communication, makna dari kopi dan juga petani, akan hilang,” kata Yoshua yang juga sempat menjuarai tiga kali Barista Championship itu.

Lebih lanjut, dengan rintisan usaha bernama “Kopi Jago”, ia bersama puluhan mitra (barista) berencana untuk membawa industri kopi yang berbeda, untuk langsung berinteraksi dengan pelanggan. “Ini adalah mobile coffe pertama, kendaraan yang digunakan barista adalah sepeda, dan semua tenaganya elektrik. Kita datangi customer dan menyajikan kopi terbaik di Nusantara sambil mengedukasi masyarakat terkait kopi,” kata dia.

Dia menambahkan, meski konsep “keliling” sama dengan kopi “starling”, namun dia menyebut ada banyak perbedaan mencolok. Terlebih, ketika kopi yang digunakan adalah 100 persen jenis Arabica, dan pangsa pasar yang telah sadar olahan biji kopi.

Sambungnya, model pemasaran menggunakan sepeda listrik dan tenaga listrik bagi kebutuhan meracik, bukan tanpa alasan. Selain hemat energi, cost yang digunakan juga terbilang lebih hemat dari pada membuka café fisik. “Itu membuat harga kopi yang kita jual juga jadi murah. Biarpun kopi yang kita gunakan Arabica, dan cenderung lebih mahal daripada tempat ngopi kekinian yang pakai robusta,” ujar dia.

Menurut Yoshua, pihaknya dan mitra sebagai barista, sengaja meningkatkan kualitas kopi dan pemahaman untuk usahanya. Sehingga ia menilai, sewa tempat, listrik dan kebutuhan lainnya untuk membuka café bisa diminimalisasi dan dialihkan pada kebutuhan utama, yaitu kualitas kopi. “Kita beli kopi juga langsung dari petani, jadi ada informasi lengkap terkait kopi. Untuk harga jual per cup, kita ada di harga Rp 18 ribu untuk semua varian kopi,” kata dia.

Berdasarkan pemaparan, Kopi Jago menggunakan sistem keliling menggunakan sepeda, yang nantinya akan memakai aplikasi untuk pemesanan kopi dan langsung dibuatkan oleh barista di hadapan pelanggan. Yoshua memaparkan, sepeda yang dibuat merupakan custom dari Selis (produsen sepeda Indonesia).

Dia menyebut, sepeda yang digunakan berharga Rp 45 juta. Di mana, akan digunakan oleh mitra (barista) untuk menjalankan usaha sang barista. Namun demikian, ia menegaskan, meski saat ini banyak pihak yang ingin menjadi mitra, pihaknya masih memilah-milah. “Karena kita hanya lakukan dengan mitra terpercaya. Kenapa kita percaya ke preneuer (mitra)? karena mereka punya minat dan tanggung jawab yang baik menurut kami,” kata dia.

Sementara itu, salah satu mitra di Kopi Jago, Ribut (28) mengaku tak memiliki kesulitan dalam menjalankan usahanya dengan Kopi Jago selaku manajemen. Bahkan, ia menyebut ada banyak keuntungan yang ia dapat, selain dari peningkatan finansial. “Saya mulai dari jam 9 pagi sampai jam 3 sore, jarak per hari paling 6 sampai 8 Km. Biasanya ada puluhan cup yang terjual. Dan respon juga baik,” kata dia.

Ardhi, Head of Expansion Kopi Jago juga menyebut, saat ini, pihaknya masih memberi pelatihan ke beberapa mitra yang mendaftar. Sambung dia, meski banyak minat dari awam, pembatasan masih dilakukan, mengingat terbatasnya sepeda untuk berkeliling. “Saat ini baru ada 50 unit kendaraan. Untuk barista sendiri kita latih dari nol, asalkan ada minat yang baik dari mitra itu,” ungkap dia.

Lebih jauh, Yoshua menambahkan, saingan kopi jago bukan kopi “starling”, karena memiliki pangsa dan cara yang berbeda dalam pengemasannya. Dia juga menyebut, kopi arabica yang digunakan, untuk bermacam menu, dari kopi kekinian dengan tambahan gula kelapa, hingga kopi V60 dan lainnya.

Dia menegaskan, kopi yang digunakan berasal dari Sumatera, Flores dan Bali. “Ke depannya kita akan gunakan kopi Jawa Barat, Papua dan lainnya,” ungkap dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement