Senin 02 Mar 2020 07:51 WIB

Studi: Vegetarian Lebih Sedikit Terkena Risiko Strok

Penelitian menemukan diet vegetarian bermanfaat dan mengurangi risiko strok iskemik.

Rep: Idealisa Masyrafina/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Vegetarian (ilustrasi). Penelitian menemukan diet vegetarian bermanfaat dan mengurangi risiko stroke iskemik
Foto: Prayogi/Republika
Vegetarian (ilustrasi). Penelitian menemukan diet vegetarian bermanfaat dan mengurangi risiko stroke iskemik

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Orang-orang yang makan makanan vegetarian yang kaya kacang-kacangan, sayuran, dan kedelai memiliki risiko lebih rendah terkena strok daripada orang-orang yang makan makanan yang mencakup daging dan ikan.

Hal ini merupakan hasil penelitian yang diterbitkan dalam Neurology edisi 26 Februari 2020, jurnal medis dari American Academy of Neurology. Strok adalah penyebab kematian paling umum kedua di dunia dan penyebab utama kecacatan. Strok juga dapat menyebabkan demensia.

"Jika kita dapat mengurangi jumlah strok oleh orang-orang yang melakukan perubahan pada diet mereka, itu akan berdampak besar pada kesehatan masyarakat secara keseluruhan," kata penulis studi Chin-Lon Lin, M.D. dari Universitas Tzu Chi di Hualien, Taiwan, dilansir di News Medical, Ahad (1/3).

Penelitian ini melibatkan dua kelompok orang dari komunitas Buddha di Taiwan yang diet vegetarian dianjurkan, sementara merokok dan minum alkohol tidak dianjurkan. Sekitar 30 persen dari peserta di kedua kelompok adalah vegetarian. Sebanyak 25 persen dari vegetarian adalah laki-laki. Para peneliti mendefinisikan vegetarian sebagai orang yang tidak makan daging atau ikan.

Pada awal penelitian, usia rata-rata semua peserta adalah 50 dan tidak ada yang mengalami strok. Kelompok pertama 5.050 orang diikuti selama rata-rata enam tahun. Kelompok kedua 8.302 orang diikuti selama rata-rata sembilan tahun. Peserta diberikan ujian medis pada awal penelitian dan ditanya tentang diet mereka.

Vegetarian lebih banyak mengonsumsi kacang, sayuran, dan kedelai daripada bukan vegetarian dan mengonsumsi lebih sedikit susu. Kedua kelompok mengonsumsi jumlah telur dan buah yang sama. Vegetarian makan lebih banyak serat dan protein nabati. Mereka juga mengonsumsi lebih sedikit protein hewani dan lemak.

Para peneliti kemudian melihat pada basis data nasional untuk menentukan jumlah strok yang dimiliki peserta selama penelitian. Dalam kelompok pertama 5.050 orang, 54 orang terkena strok. Untuk strok iskemik, yang merupakan strok ketika aliran darah ke bagian otak tersumbat, ada tiga strok di antara 1.424 vegetarian, atau 0,21 persen, dibandingkan dengan 28 strok di antara 3.626 nonvegetarian, atau 0,77 persen.

Setelah disesuaikan dengan usia, jenis kelamin, merokok, dan kondisi kesehatan seperti tekanan darah tinggi dan diabetes, para peneliti menemukan vegetarian dalam kelompok ini memiliki risiko strok iskemik 74 persen lebih rendah daripada nonvegetarian.

Dalam kelompok kedua 8.302 orang, ada 121 orang terkena strok. Untuk strok iskemik dan hemoragik, juga disebut strok perdarahan, ada 24 strok di antara 2.719 vegetarian, atau 0,88 persen, dibandingkan dengan 97 strok di antara 5.583 nonvegetarian, atau 1,73 persen.

Setelah menyesuaikan dengan faktor-faktor lain, para peneliti menemukan vegetarian dalam kelompok ini memiliki risiko strok keseluruhan 48 persen lebih rendah daripada nonvegetarian, risiko strok iskemik 60 persen lebih rendah, dan risiko strok hemoragik yang lebih rendah 65 persen.

"Secara keseluruhan, penelitian kami menemukan bahwa diet vegetarian bermanfaat dan mengurangi risiko strok iskemik, bahkan setelah disesuaikan dengan faktor risiko yang diketahui seperti tekanan darah, kadar glukosa darah, dan lemak dalam darah," kata Lin.

"Ini bisa berarti bahwa mungkin ada beberapa mekanisme perlindungan lain yang dapat melindungi mereka yang makan diet vegetarian dari strok," katanya menambahkan.

Salah satu batasan dari penelitian ini adalah diet peserta hanya dinilai pada awal penelitian sehingga tidak diketahui apakah diet peserta berubah dari waktu ke waktu. Keterbatasan lain adalah peserta penelitian tidak minum atau merokok sehingga hasilnya mungkin tidak mencerminkan populasi umum.

Selain itu, hasil dari populasi penelitian di Taiwan mungkin tidak dapat digeneralisasikan di seluruh dunia. Di sampign itu, mungkin ada faktor-faktor lain yang belum diperhitungkan, yang dapat memengaruhi risiko strok.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement