REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Banyak orang tidak tahu tanda-tanda serangan jantung. Dalam studi Desember 2019, 47 persen responden di Amerika Serikat tidak mengenali beberapa gejalanya, sementara enam persen lainnya sama sekali tidak mengenal pertanda serangan jantung.
Ahli jantung di Mount Sinai St Luke, Matthew Tomey mengatakan, tidak semua orang akan mengalami gejala yang sama. Itulah sebabnya penting untuk mengenali setiap gejala.
“Nyeri dada adalah gejala klasik serangan jantung, tetapi penting untuk mengetahui ada beberapa orang yang mengalami nyeri dada dengan cara yang berbeda,” kata Tomey.
Rasa tidak nyaman di dada yang berhubungan dengan serangan jantung, juga dikenal sebagai infark miokard akut, dapat dirasakan seperti tekanan, berat, sesak, atau bahkan seperti gangguan pencernaan. Beberapa orang yang mengalami serangan jantung tidak merasakan sakit, tetapi sesak napas.
Sementara itu, pasien mungkin mengabaikan gejala di atas karena dianggap sebagai penyebab dari suatu penyakit yang lain. Tomey memperingatkan, gejala tertentu lainnya yang disertai seperti berkeringat, mual dan muntah, atau rasa sakit yang menjalar ke lengan, meningkatkan kemungkinan gejala itu adalah tanda-tanda awal dari serangan jantung.
Tomey menganjurkan agar orang yang merasa terkena serangan jantung untuk segera mencari bantuan medis. Keluhan yang dirasakan sebaiknya tak dibiarkan.
"Perawatan adalah kunci untuk mengatasi serangan jantung, termasuk terapi untuk mengembalikan aliran darah ke jantung, paling efektif ketika dideteksi di awal,” ujar Tomey.
Tomey juga menyarankan agar tidak melakukan perawatan sendiri dan segera menghubungi rumah sakit untuk mendapatkan bantuan dari tenaga medis. Hal penting lainnya yang perlu diketahui adalah setiap orang berisiko mengalami serangan jantung.
Tetapi, ada beberapa faktor tertentu yang dapat meningkatkan risiko itu, seperti usia, jenis kelamin, kolesterol tinggi, merokok, dan tekanan darah tinggi. Obesitas, gaya hidup tidak sehat, dan diabetes mellitus juga dianggap sebagai faktor risiko.
"Individu dengan riwayat keluarga dengan serangan jantung juga berisiko lebih tinggi, meskipun penting untuk mengenali bahwa faktor-faktor di luar genetika mungkin memengaruhi risiko anggota keluarga untuk mengalami serangan jantung. Untuk beberapa individu, pengujian tambahan dapat membantu untuk mendeteksi risiko,” papar Tomey.
Dia juga mengatakan, tiap orang memiliki kesempatan untuk mengurangi risiko serangan jantung dan itu dimulai dengan penilaian diri sendiri secara sederhana. Misalnya, dengan mengevaluasi tekanan darah, kadar kolesterol, kebiasaan olahraga, berat badan, pola makan, dan faktor gaya hidup.
Tiap orang, menurut Tomey, memiliki potensi faktor risiko yang dapat dimodifikasi untuk penyakit kardiovaskular. Itu artinya, orang masih bisa menghindari terserang penyakit jantung dan pembuluh darah dengan mengubah gaya hidup menjadi lebih sehat.
"Untuk individu dengan riwayat keluarga dengan serangan jantung, ketahuilah bahwa riwayat keluarga tidak perlu dianggap sebagai takdir, disiplin menjalankan gaya hidup sehat dapat berpengaruh pada pengurangan risiko secara substansial,” ungkap Tomey.
Tingkat kesembuhan untuk para penyintas serangan jantung juga dipengaruhi faktor gaya hidup dan perawatan sementara di bawah bimbingan seorang ahli jantung.
“Di zaman sekarang, kita beruntung memiliki serangkaian terapi teruji, untuk membantu penyintas serangan jantung hidup lebih lama dan hidup lebih sehat,” kata dia.