Kamis 02 Jan 2020 02:00 WIB

Migrasi ke Pangan Impor, Ahli Gizi Peringatkan Ini

Ahli gizi ingatkan perlunya variasi dalam pola makanan untuk kebutuhan gizi

Rep: Iit Septyaningsih/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Susu gandum atau Oat milk (Ilustrasi)
Foto: Peakpx
Susu gandum atau Oat milk (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Masyarakat Indonesia kini mulai bermigrasi dari pangan lokal ke pangan impor. Maka tidak heran bila kini bahan pokok gandum banyak diminati di Tanah Air.

Menanggapi ini, Dokter Spesialis Gizi Inge Permadhi menuturkan, pangan lokal sebenarnya cukup bervariasi. Dengan begitu sudah cukup memenuhi kebutuhan gizi.

Hanya saja, lanjutnya, tidak masalah seseorang mengonsumsi pangan impor. Asalkan juga mengonsumsi makanan lain.

"Di kita baru sekarang orang suka 'ah makan nasi atau roti aja'. Setiap makanan punya keunggulan masing-masing, harus kita perlukan adalah makanan pokok tapi juga ditambah bervariasi bahan makanan, jadi tidak makan itu-itu saja," jelas dokter Inge kepada Republika pada Rabu, (1/1).

Baginya mengonsumsi variasi makanan sangat penting. Baik yang mengandung protein hewani, protein nabati, lemak hewani, lemak nabati, dan lainnya. "Jadi kalau ada orang cuma makan roti dama kentang aja terus lebih unggul? Tidak. Itu hanya salah satu bahan makanan pokok, perlu makan yang lainnya," kata dia.

Sebelumnya, Direktur Pusat Riset Pangan Berkelanjutan Universitas Padjajaran Ronnie Natawidjaja mengatakan, upaya diversifikasi pangan berbasis komoditas lokal perlu kembali diperkuat oleh pemerintah. Hal itu, demi mengurangi ketergantungan beras yang saat ini menjadi bahan pangan pokok masyarakat secara nasional.

Di satu sisi, terdapat gejala pergeseran konsumsi beras ke makanan berbahan baku gandum yang merupakan komoditas impor. Saat ini beras berkontribusi sekitar 85 persen terhadap sumber karbohidrat. Sisanya, dipenuhi oleh jagung, ketela, maupun sagu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement