Rabu 18 Jan 2023 23:15 WIB

Dr Tan Shot Yen: Indonesia Kaya akan Bahan Pangan, tidak Layak Anak-anaknya Stunting

Di Indonesia yang kaya akan bahan pangan, anak-anaknya santap makanan kemasan.

Rep: Rahma Sulistya/ Red: Reiny Dwinanda
Peserta menata masakan saat mengikuti lomba masak Pemberian Makanan Tambahan (PMT) anak balita dan ibu hamil di gedung Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) Kabupaten Aceh Barat, Aceh, Sabtu (1/10/2022). Indonesia kaya akan bahan pangan bernutrisi. Di sisi lain, kasus stunting terjadi di daerah lumbung pangan.
Foto: ANTARA/Syifa Yulinnas
Peserta menata masakan saat mengikuti lomba masak Pemberian Makanan Tambahan (PMT) anak balita dan ibu hamil di gedung Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) Kabupaten Aceh Barat, Aceh, Sabtu (1/10/2022). Indonesia kaya akan bahan pangan bernutrisi. Di sisi lain, kasus stunting terjadi di daerah lumbung pangan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kecenderungan sebagian masyarakat Indonesia untuk mengonsumsi makanan kemasan membuat ahli gizi merasa miris. Terlebih, Indonesia merupakan negara yang kaya akan makanan bernutrisi tinggi dan dicari oleh masyarakat dunia.

"Ini Tanah Air yang kaya, tidak layak anak-anaknya stunting," kata pakar nutrisi dr Tan Shot Yen saat dihubungi Republika.co.id, Rabu (18/1/2023).

Baca Juga

Dr Tan mencontohkan singkong yang sudah jarang dimakan, khususnya oleh masyarakat urban. Mereka disebut lebih suka keripik singkong kemasan alih-alih singkong alami.

"Begitu kita masuk ke produk industri, maka kita bicara kasta. Artinya, nggak mungkin semua produk komposisi sama, angka kecukupan gizi (AKG) sama, apalagi harga sama. Atau harga mahal tapi isi tetap nggak karuan, 'jebakan Batman'," ujar dr Tan.

Dr Tan mengaku senang ketika Presiden Joko Widodo menggaungkan agar anak-anak tidak lagi diberikan makanan ultraproses atau makanan kemasan. Sebab, Indonesia memang memiliki bahan pangan yang kaya, tapi justru terjadi kasus-kasus stunting di beberapa wilayah.

"Kita kaya dengan bahan pangan, laut kita juga kaya, bagaimana mungkin laut dan tanah kita yang kaya ini tapi anak-anaknya makan berasal dari kemasan? Itu kan udah nggak masuk akal sama sekali," papar dr Tan.

Mengapa ini terjadi? Menurut dr Tan, masalahnya ada pada minimnya edukasi. Padahal, ibu hamil telah dibekali buku Kesehatan Ibu dan Anak (buku KIA) secara gratis oleh pemerintah sebagai panduan dalam merawat tumbuh kembang anak.

"Tidak perlu panduan-panduan di media sosial yang bisa menjebak," tutur dr Tan.

Di sisi lain, dr Tan menyoroti pendidikan dasar soal pemenuhan gizi. Seperti susu formula dan kental manis yang menjadi pilihan para ibu alih-alih memberikan air susu ibu (ASI) yang gratis dan steril. Ia menyesalkan banyak ibu yang ikut-ikutan dan terjebak iklan dengan klaim berlebihan hingga akhirnya beralih ke susu pengganti ASI.

"Kan tragis ya, di kampung-kampung nelayan atau peternakan ayam yang telurnya melimpah, hati ayam potong banyak, eh di situ justru kantong stunting terjadi," ujar dr Tan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement