Jumat 20 Dec 2019 08:28 WIB

Program Imunisasi HPV Lanjutan Terhambat Ketersediaan Vaksin

Imunisasi HPV lanjutan untuk pelajar semestinya berlangsung pada November lalu.

Rep: Adysha Citra Ramadani/ Red: Reiny Dwinanda
Artis Yuki Kato mendapatkan vaksin HPV sebagai upaya perlindungan dari kanker serviks.
Foto: KICKS/Golin
Artis Yuki Kato mendapatkan vaksin HPV sebagai upaya perlindungan dari kanker serviks.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketersediaan vaksin HPV menjadi kendala program percontohan vaksinasi HPV di sekolah. Program vaksinasi yang seharusnya dilakukan pada November lalu pun tertunda penyelenggaraannya hingga saat ini.

"Hingga pertengahan Desember belum juga ada tanda akan segera dilaksanakan," ungkap Pendiri Koalisi Indonesia Cegah Kanker Serviks (KICKS) Prof Andrijono SpOG dalam siaran pers yang diterima Republika.co.id.

Baca Juga

Program percontohan vaksinasi HPV bertujuan untuk memberikan vaksinasi HPV lanjutan kepada para pelajar di sekolah. Bila program ini tidak berlanjut, akan ada cukup banyak pelajar perempuan yang tidak mendapatkan vaksinasi HPV lanjutan.

"Sekitar 120 ribu anak perempuan terancam tidak mendapat vaksinasi HPV lanjutan," ungkap Andrijono.

Vaksinasi HPV merupakan upaya pemberian vaksin yang bertujuan untuk mencegah kanker serviks. Hingga saat ini, kanker serviks merupakan satu-satunya kanker yang bisa dicegah.

Vaksin HPV diindikasikan untuk perempuan dan laki-laki usia 9 hingga 45 tahun. Vaksin  diberikan sebanyak dua dosis pada usia 9 sampai 13 tahun dan diberikan sebanyak tiga dosis pada usia 14 tahun ke atas. Jarak antara vaksinasi HPV pertama dan kedua adalah 6 sampai 12 bulan.

"Jarak dosis vaksin kedua maksimal diberikan satu tahun setelah dosis pertama," jelas Andrijono.

Belum diketahui dampak yang akan terjadi bila dosis kedua diberikan setelah lewat satu tahun dari pemberian dosis pertama. Andrijono mengungkapkan bahwa dalam waktu dekat akan dilakukan kajian ilmiah terkait hal ini berikut upaya yang bisa dilakukan agar program vaksinasi HPV bisa kembali berjalan.

Ketua Umum Cancer Information and Support Group (CISC) Aryanthi Baramuli mengatakan, program percontohan vaksinasi HPV berjalan lancar saat dimulai pada 2016. Kala itu, cakupan vaksinasi HPV mencapai lebih dari 90 persen.

"Baru kali ini terlambat, karena ada masalah dalam hal ketersediaan vaksin HPV," lanjut Aryanthi yang juga anggota KICKS.

Pergantian kabinet pemerintahan ditengarai turut berkontribusi dalam keterlambatan penyelenggaraan program percontohan vaksinasi HPV ini. Padahal, pengadaan vaksin HPV sudah memiliki dasar hukum yang diatur dalam Peraturan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Nomor 11/2018. Oleh karena itu, Aryanthi mendorong agar program percontohan vaksinasi HPV ini segera dilanjutkan.

"Pemerintah harus lebih mementingkan masa depan putri bangsa dengan segera menyediakan vaksin HPV untuk siswi SD, supaya program bagus ini bisa segera dilanjutkan," ujar Aryanthi.

Program vaksinasi HPV dimulai dengan program percontohan di Jakarta pada 2016. Selanjutnya, program serupa mulai dilakukan di beberapa daerah lain dan pada 2018 telah dilakukan pula di Yogyakarta (Kabupaten Bantul dan Kulon Progo), Surabaya, Makassar, dan Manado.

Program percontohan vaksinasi HPV di Indonesia menyasar siswi kelas 5 SD atau sederajat untuk dosis pertama. Dosis kedua diberikan setahun kemudian, saat mereka duduk di kelas 6 SD atau sederajat.

Aryanthi tak menampik adanya kekhawatiran yang muncul bila dosis kedua terlambat diberikan. Salah satunya adalah mengenai efektivitas proteksi vaksin.

"Saya khawatir bila anak kelas 5 SD yang tahun lalu sudah mendapat suntikan dosis pertama tapi hingga saat ini belum mendapat dosis kedua, proteksi vaksin jadi kurang efektif," papar Aryanthi.

Berdasarkan data Globocan 2018, sebanyak dua perempuan meninggal setiap satu jam karena kanker serviks di Indonesia. Vaksin HPV adalah pencegahan primer untuk kanker serviks yang merupakan kanker pembunuh perempuan nomor dua di Indonesia.

Selain cost effective, pemberian vaksin HPV di usia dini juga dapat memberi proteksi yang lebih baik karena antibodi yang terbentuk lebih optimal, dibandingkan bila vaksin diberikan pada usia dewasa.

"Bila program vaksinasi HPV terhambat sekarang, tujuan untuk proteksi terhadap kanker serviks bisa tidak tercapai. Di samping itu, anggaran negara yang sudah dikeluarkan tentu menjadi sia-sia," ujar Aryanthi.

Vaksin HPV yang digunakan dalam program ini dapat memberi perlindungan terhadap empat tipe HPV, yaitu tipe 6, 11, 16, dan 18. Vaksin ini telah terbukti aman dan efektif.

Tak hanya itu, vaksin HPV juga sudah mendapat sertifikat Halal dari Islamic Food and Nutrition Council of America (IFANCA). Sertifikat Halal yang dikeluarkan oleh IFANCA telah diakui oleh Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI).

Melanjutkan vaksinasi HPV hingga menjadi program nasional adalah cara paling jitu untuk menurunkan angka kanker serviks. Aryanthi berharap agar pemerintah bisa kembali melanjutkan program ini pada Desember mendatang.

"Semoga pemerintah segera melaksanakan program ini di bulan Desember agar di kemudian hari kasus kanker serviks bisa turun dan biaya BPJS Kesehatan juga lebih rendah," jelas Aryanthi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement