Jumat 06 Dec 2019 06:56 WIB

Kenali Tanda-tanda Pneumonia yang Sering Menyerang Balita

Jangan luput mengenali tanda-tanda pneumonia pada balita.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Reiny Dwinanda
Balita demam. Balita biasanya menunjukkan gejala batuk, pilek, dan demam sebelum terdeteksi pneumonia.
Foto: parentdish.co.uk
Balita demam. Balita biasanya menunjukkan gejala batuk, pilek, dan demam sebelum terdeteksi pneumonia.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pneumonia atau radang paru termasuk penyakit yang sering terjadi di Indonesia. Penyakit yang disebabkan oleh virus, bakteri atau jamur ini juga masih menjadi penyebab utama kematian balita.

Data riset kesehatan dasar (Riskesdas) 2018 menunjukkan prevalensi pneumonia naik dari 1,6 persen pada 2013 menjadi dua persen dari populasi balita yang ada di Indonesia pada 2018. Dokter spesialis anak konsultan respirologi, dr Nastiti Kaswandani SpA(K), menjelaskan, ada beberapa tanda pneumonia yang harus diwaspadai untuk kemudian ditanggulangi dengan tepat.

Baca Juga

Nastiti mengajak orang tua tak luput mencermati jika anak mengalami peningkatan laju napas hingga napasnya tampak terasa semakin berat, napas cepat, mengalami sesak atau retraksi, kejang, kebiruan pada bibir, hingga penurunan kesadaran. Sebelum terdeteksi pneumonia, biasanya pasien juga mengalami selesma dengan gejala batuk, pilek, dan demam.

"Maka perlu diwaspadai juga jika batuk pilek atau demam itu disertai peningkatan laju napas, atau sesak, lebih baik segera diperiksakan ke dokter,” kata dr Nastiti saat ditemui usai diskusi tentang pneumonia di Gedung Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Salemba, Jakarta Pusat, Rabu (4/12).

 

Nastiti mengatakan, napas cepat merupakan gejala pneumonia yang penting. Untuk itu, kader kesehatan perlu mengenali tanda awal ini dengan cara hitung frekuensi napas selama satu menit penuh. 

 

Batasan laju napas cepat pada bayi kurang dari dua bulan adalah lebih atau sama dengan 60 kali per menit dan pada bayi berusia 2 sampai 12 bulan adalah 50 kali per menit. Sementara itu, bayi usia 1 sampai 5 tahun laju napasnya adalah 40 kali per menit. 

 

“Pada beberapa kasus ada juga bayi mengalam perburukan gejala yang ditandai dengan gelisah, tidak mau makan atau minum, kejang-kejang, dan batuk mengi,” ungkap dia. 

 

Menurut Nastiti, sampai saat ini masih banyak orang tua yang belum teredukasi terkait gejala pneumonia. Ironisnya, petugas kesehatan juga masih banyak yang belum menerapkan tata laksana pneumonia dengan tepat. Hal itu tercermin dari rendahya pelaporan kasus pneumonia di daerah.

 

“Mungkin nanti kita perlu membuat semacam penghargaan buat rumah sakit atau puskemas mana yang menerapkan tata laksana pneumonia dengan tepat dan mencatat setiap kasus yang terjadi. Tentu dengan tingginya pelaporan akan bisa meningkatkan kepedulian pemerintah juga masyarakat akan bahaya pneumonia,” tegas Nastiti.

 

Tata laksana pneumonia yang efektif meliputi peningkatan kesadaran masyarakat mencari layanan kesehatan dan rujukan, memastikan diagnosis dan pengobatan yang cepat dan tepat, serta memastikan akses obat, oksigen dan penyediaan makanan bergizi atau ASI. Upaya memerangi pneumonia, menurut Nastiti, merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah, praktisi kesehatan, swasta, dan masyarakat.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement