Jumat 22 Nov 2019 00:17 WIB

Bahaya Paparan Bahan Bakar Sampah Plastik di Makanan

Makanan yang diolah dengan bahan bakar sampah plastik berpotensi sebabkan kanker.

Rep: Puti Almas/ Red: Indira Rezkisari
Sejumlah produsen tahu di Jawa Timur diduga menggunakan bahan bakar sampah plastik saat pengolahan. Paparan pembakaran sampah plastik memicu dioksin penyebab kanker.
Foto: kusumaworld25.blogspot.com
Sejumlah produsen tahu di Jawa Timur diduga menggunakan bahan bakar sampah plastik saat pengolahan. Paparan pembakaran sampah plastik memicu dioksin penyebab kanker.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Penggunaan sampah plastik impor sebagai bahan bakar untuk membuat sejumlah produk makanan di Desa Tropodo, Jawa Timur menjadi sebuah perbincangan hangat dalam beberapa waktu terakhir. Tidak sedikit yang meyakini bahwa hal itu sangat berbahaya bagi kesehatan orang-orang yang mengonsumsi produk makanan tersebut.

Salah satu produk makanan dari Tropodo yang diketahui menggunakan sampah plastik sebagai bahan bakar adalah tahu. Selain itu, berdasarkan penelitian yang dilakukan, telur ayam kampung dari desa yang terletak di Kabupaten Sidoarjo itu ternyata juga mengandung dioksin, senyawa berbahaya yang dihasilkan dari pembakaran sampah plastik.

Baca Juga

Dokter Spesialis Gizi Klinik Inge Permadhi mengatakan setiap orang tentu sebenarnya sudah mengetahui bahwa makanan yang boleh masuk ke dalam tubuh tentunya harus sewajarnya. Sebagai contoh, makanan dengan pewarna tekstil bukanlah sesuatu yang normal untuk dikonsumsi.

Hal itu, menurut Inge sama dengan apa yang dihasilkan dari pembakaran sampah plastik, yaitu dioksin. Jika masuk ke dalam tubuh, maka sebagian bisa diproses untuk keluar dan sebagian menyebar ke sirkulasi, aliran darah, yang menyebabkan ‘kotor’.

“Begini misalnya ada tanah yang di dalamnya kaya akan plastik, ini kan jadi tidak subur karena terkontaminasi. Meskipun ada tanaman yang tumbuh di atasnya, pasti pertumbuhannya tidak normal,” ujar Inge kepada Republika.

Analogi itulah yang dimaksudkan Inge jika ada sesuatu yang tidak wajar seperti dioksin masuk ke dalam tubuh manusia. Ia mengatakan bahwa perlahan-lahan, susunan genetik sel dapat berubah menjadi abnormal dan berujung dengan kerusakan. Dari sana, timbul berbagai macam masalah kesehatan, seperti kanker.

Inge mengatakan kanker terjadi karena proses yang kronis tersebut terus menerus terjadi. Pada dasarnya, sel tubuh dapat beregenerasi dengan normal, namun ada faktor-faktor eksternal di lingkungan yang membuat proses regenerasi itu berjalan abnormal.

“Dioksin atau apapun yang tidak wajar masuk ke dalam tubuh itu menimbulkan radikal bebas yang efeknya kerusakan proses regenerasi sel normal. Ujungnya bisa jadi segala macam, tapi yang paling sering adalah kanker,” jelas Inge.

Menurut Inge, jenis kanker yang dapat terjadi karena konsumsi makanan yang sebenarnya tidak dapat dipastikan, namun biasanya cenderung ke area di sekitar saluran cerna hingga hati. Selain itu, jika kontaminasi zat-zat berbahaya itu tiba di ginjal, masalah kesehatan lainnya juga dapat timbul di organ tersebut, bahkan saat telah melewati sirkulasi, paru-paru juga bisa terkena kelainan.

“Paling awal biasanya saluran cerna, tapi dari sana jika lolos jadi menyebar ke aliran darah dan ini bisa jadi lainnya,” kata Inge.

Selain kanker, Inge mengatakan zat-zat berbahaya dalam tubuh juga bisa menimbulkan regenerasi sel otak yang abnormal. Jika ini terjadi, salah satu penyakit yang rentan terjadi adalah Alzheimer.

“Jadi semua tergantung mengendapnya ke mana (zat-zat berbahaya),” kata Inge.

Inge mengakui bahwa mungkin banyak orang yang tidak menyadari penyakit-penyakit yang ditimbulkan karena faktor lingkungan dan produk makanan. Salah satu lagi penyebabnya adalah penyakit yang ditimbulkan cenderung terdeteksi dalam waktu yang lama, seperti puluhan tahun.

Upaya pencegahan agar orang-orang tidak mengkonsumsi zat-zat berbahaya dalam makanan maupun minuman menurut Inge bukanlah hal mudah. Menurutnya, pemerintah harus bertindak untuk menjaga agar produk-produk yang beredar dan dikonsumsi oleh masyarakat di negara ini aman.

“Kalau sudah diolah, seperti makanan yang dijual, apa kita tahu itu mengandung zat berbahaya? Agar produk-produk yang beredar aman memang dibutuhkan upaya pemerintah untuk menjaga ini,” jelas Inge.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement