Jumat 08 Nov 2019 04:29 WIB

Rahasia Pelari Kenya Selalu Dominasi Perlombaan Maraton

Faktor kelompok etnis hingga daerah tinggal menjadikan pelari Kenya selalu juara.

Rep: Flori Sidebang/ Red: Indira Rezkisari
Pelari Lawrence Cherono dari Kenya melalukan victory lap usai menuntaskan Chicago Marathon, 13 Oktober 2019.
Foto: EPA
Pelari Lawrence Cherono dari Kenya melalukan victory lap usai menuntaskan Chicago Marathon, 13 Oktober 2019.

REPUBLIKA.CO.ID, NAIROBI – Orang-orang dari Afrika Timur, terutama Kenya dan Ethiopia telah mendominasi perlombaan lari maraton selama beberapa dekade. Mereka berlari hingga mencapai garis finish ketika peserta lainnya telah kelelahan dan nyaris tidak menyelesaikan pertandingan.

Dalam prosesnya para peserta dari Kenya dan Ethiopia itu telah menggulingkan catatan waktu mereka sendiri ataupun catatan peserta dari asal yang sama.

Baca Juga

Hal itu terbukti dari catatan sejarah. Pada bulan lalu, Eliud Kipchoge menyelesaikan maraton dengan catatan waktu 1 jam, 59 menit, dan 40 detik. Waktunya menjadi sebuah prestasi luar biasa yang belum pernah dicapai oleh siapapun sebelumnya. Kipchoge merupakan peserta dari wilayah Rift Valley, Kenya.

Sehari setelah Kipchoge membuat sejara, Brigid Kosgei juga memecahkan rekor dunia kategori perempuan dalam ajang Chicago Marathon. Brigid pun diketahui berasal dari tempat yang sama dengan Kipchoge.

Sementara itu, pada ajang New York Marathon pada Ahad (3/11) lalu, Kenya menurukan seorang pelari baru pada kategori perempuan, yakni Joyciline Jepkosgei. Ia berhasil menghalau kesempatan peserta lainnya, yaitu Mary Keitany pada gelar perempuan kelima dalam ajang tersebut.

Namun, di akhir ia hanya mampu finis di urutan kedua. Sedangkan pada kategori laki-laki, peserta dari Kenya, Geoffrey Kamworor berhasil memenangkan perlombaan dan menjadi kemenangan keduanya pada perlombaan New York Marathon.

Untuk diketahui, mereka semua merupakan peserta yang berasal dari wilayah Rift Valley, Kenya. Banyak orang yang mencatat bahwa para pelari maraton dari seluruh dunia mendatangi wilayah tersebut untuk berlatih sebelum perlombaan besar.

Pelari maraton asal Kenya menjadi suatu fenomenana. Dilansir dari laman CNN, sebuah organisasi penelitian pun telah melakukan studi terkait alasan mengapa mereka mendominasi maraton jarak jauh. Para ahli mengatakan, hal itu terdiri atas beberapa hal.

Pertama, para ahli menyebut, sebagian besar para pelari elit Kenya berasal dari kelompok etnis yang sama. Mereka dikenal sebagai Kalenjins dan Nandi. Kelompok-kelompok itu terbentuk hanya 10 persen dari 50 juta populasi negara tersebut. Meski terbilang sedikit, tetapi kelompok itu mampu memberikan sebagian besar medali maraton tingkat nasional.

“Secara internasional, pelari Kalenjins telah memenangkan hampir 73 persen dari semua medali emas Kenya dan persentase yang sama dari medali perak di kompetisi lari internasional utama,” kata seorang profesor olahraga dan ilmu olahraga Universitas Kenyatta di Nairobi, Vincent O Onywera, Kamis (7/11).

Ia menyebut, para penduduk di wilayah itu telah menyampaikan hasrat untuk berlari hingga lintas generasi, mengubah Rift Valley terutama kota kecil bernama Iten menjadi sebuah arena bagi para pelari elit jarak jauh bangsa. Di sana, pada usia anak-anak bahkan sudah mulai berlatih lari.

Onywera menuturkan, banyak anak muda dari daerah ini tumbuh dikelilingi oleh para pelari yang sukses menorehkan prestasi. Bahkan menurut seorang pelatih pelari elit Kenya, Bernard Ouma, kebanyakan dari mereka memandang berlari sebagai cara untuk mengahasilkan uang. Sehingga kelompok masyarakat itu memiliki  tradisi menjalankan keunggulan yang dibangun selama bertahun-tahun.

“Anda melihat tetangga Anda berlari dan menang, itu memotivasi Anda untuk berlari dan menang,” ujar Bernard.

Faktor kedua adalah sebagian besar pelari Kenya yang mendominasi lomba maraton di seluruh dunia berlatih dan tinggal di Rift Valley yang terletak di dataran tinggi. salah satu kota yang melahirkan pelari elit, yakni Iten, terletak hampir 8 ribu kaki di atas permukaan laut, di Kenya Barat. Onywera mengatakan, latihan di ketinggian memberikan kontribusi dominasi berlari bahkan sejak dalam permainan anak-anak.

“Ada kepercayaan dalam komunitas atletik bahwa pelatihan di tempat ketinggian dapat meningkatkan kinerja atletik, dengan setidaknya ada tiga studi independen menunjukan bahwa latihan pada ketinggian meningkatkan konsumsi oksigen secara maksimal dan kinerja berlari,” papar Onywera.

Di sisi lain, Iten dikenal secara internasional sebagai tempat di mana para juara lari jarak jauh terbentuk. Begitu banyak pelari dari seluruh dunia yang mendatangi tempat tersebut untuk berlatih sebelum menghadapi perlombaan besar.

Penggemar lari dan penulis Adharanand Finn menghabiskan banyak waktu di kota itu untuk mencari tahu rahasia para pelari maraton Kenya. “Saya memiliki daya tarik seumur hidup dengan gaya lari tanpa hambatan dari Kenya dan selalu ingi tahu kisah di balik atlet mereka yang luar biasa. Saya ingin tahu, seperti apa kehidupan mereka,” ujar Finn.

“Dan ketika saya melihat tidak ada buku pada saat itu, tidak ada film (yang mendokumentasikan), saya memutuskan untuk pergi ke sana dan menulis satu (buku),” sambung dia.

Ia pun akhirnya menerbitkan satu buku yang berjudul ‘Running with the Kenya’. Buku itu memberikan banyak wawasan mengenai berbagai hal yang ia temukan dan tidak ada satupun rahasia.

“Seperti yang dikatakan oleh pelatih terkenal, David Rudisha, Bruder Colm O’Connell, satu-satunya rahasia adalah bahwa tidak ada rahasia. Bukan satu hal, melainkan elemen utama yang datang bersama-sama di wilayah Rift Valley, Kenya untuk membuat penduduk di sana begitu kuat dalam lari jarak jauh,” ungkap Finn.

Elemen itu terdiri dari lokasi, cara hidup, serta lingkungan sekitar. “Sebagai permulaan, Anda memiliki ketinggian, pembentukan pedesaan yang tangguh dan fakta bahwa anak-anak berlarian di mana-mana. Lalu ada diet sederhana, yakni kurangnya junk food (makanan cepat saji), dan medan lari yang sempurna terdiri dari bukit, jalan tanah, di seluruh pedesaan,” tuturnya.

Menurut dia, jika faktor tersebut tidak dapat memotivasi diri seseorang, maka hal lain yang cukup berpengaruh adalah adanya kedekatan dengan para pelari elit internasional. Ia menilai, berlari menawarkan peluang besar untuk menghasilkan uang, mengubah hidup, bahkan mengubah kelompok masyarakat secara keseluruhan.

“Ini diperparah oleh ratusan (sosok) panutan di mana-mana. Hampir setiap desa memiliki seseorang yang kembali dari luar negeri dengan kemenangan, dan para bintang ini sangat mudah diakses serta terbuka untuk mendukung atlet yang lebih muda,” jelas Finn.

Akibatnya, sambung dia, setiap orang memiliki cita-cita sebagai seorang pelari hebat. “Anda akan bertemu dengan ribuan orang yang berlatih bersama, saling mendukung, saling membantu, menginspirasi satu sama lain. Hal ini pun menarik agen, sponsor, serta pelatih... dan itu terus bertambah besar. Dengan semua dorongan ini, beberapa atlet hebat akan muncul (terus-menerus). Jadi sungguh, itu bukan jawaban yang sederhana,” imbuhnya.

Meski demikian, banyak spekulasi mengenai mengapa Kenya dan Ethiopia terus mendominasi kompetisi maraton. Fenomena ini pun telah lama menjadi bahan studi. Organisasi seperti British Journal of Sports Medicine telah menyimpulkan, bahwa tidak jelas apakah gen mampu memengaruhi hal tersebut.

Menurut jurnal itu, dominasi berkala jarak menengah dan panjang yang dijalankan oleh berbagai wilayah di dunia bukanlah fenomena baru. Para peneliti belum mengonfirmasi keunggulan genetik atau fisiologis untuk menjadi pelari jarak menengah ataupun jauh asal Afrika Timur, serta kemungkinan besar alasan keberhasilan mereka pun tidak hanya satu.

“Sementara itu, banyak faktor fisiologis dan anatomi yang telah disarankan untuk menjelaskan dominasi Afrika Timur. Penelitian belum mengungkapkan keunggulan yang pasti,” tulis jurnal tersebut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement