REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebuah penelitian menunjukkan bahwa banyak orang yang tertekan karena tidak dapat berhenti merokok. Namun, ada beberapa diantaranya yang mampu menghentikan kebiasaan buruknya tersebut karena memang telah memprogramkan diri untuk sukses.
Sebuah tim dari Universitas Duke mengatakan ada konektivitas yang lebih besar di antara wilayah otak tertentu pada orang yang berhasil berhenti merokok dibandingkan dengan mereka yang mencoba dan gagal. Para peneliti menganalisis melalui pemindaian MRI 85 orang yang berhenti merokok.
Tim peneliti kemudian melacak kemajuan mereka selama 10 pekan, meski empat puluh satu peserta diantaranya kembali kambuh untuk merokok. Sementara, 44 perokok berhasil berhenti dan dari sana ditemukan bahwa mereka memiliki suatu kesamaan sebelum dapat menyudahi kebiasaan yang merusak kesahatan itu.
Kesamaan itu adalah mereka memiliki aktivitas koordinasi yang lebih baik antara insula (rumah bagi dorongan dan keinginan) dan korteks somatosensor, bagian dari otak yang merupakan pusat dari indera sentuhan dan kontrol motorik kita. Secara sederhana, dapat dijelaskan bahwa insula mengirim pesan ke bagian otak untuk mengambil keputusan.
"Sederhananya, insula mengirim pesan ke bagian otak lain yang membuat keputusan untuk mengambil rokok atau tidak," jelas Merideth Addicott, penulis utama studi tersebut dilansir Indian Express, Rabu (2/10).
Studi lain menemukan bahwa perokok yang menderita kerusakan pada insula tampaknya secara spontan kehilangan minat untuk merokok. Menurut peneltiian itu, dengan menargetkan konektivitas antara insula dan korteks somatosensori bisa menjadi strategi yang baik bagi orang untuk berhenti merokok.
"Jika kita dapat meningkatkan konektivitas pada perokok agar terlihat lebih seperti mereka yang berhenti dengan sukses, itu akan menjadi cara yang tepat untuk memulai,” jelas Addicott.
Studi mengenai hubungan otak dengan rokok dari Universitas Duke ini telah dipublikasikan dalam jurnal Neuropsychopharmacology.