REPUBLIKA.CO.ID, Laporan The Washington Post menyebutkan terdapat 354 kasus penyakit paru-paru di 29 negara bagian Amerika Serikat yang dikaitkan dengan perilaku vaping. Hingga 11 September 2019, sudah enam orang di Amerika Serikat telah meninggal akibat penyakit paru-paru yang diduga setelah mengisap vape.
Menurut pejabat kesehatan Kansas, seorang perempuan berusia 50 tahun ke atas menjadi korban keenam akibat vape. Bahkan pemerintah Amerika Serikat mengumumkan mereka berencana melarang penggunaan vape berasa buah beserta rasa mint dan mentol. Hanya rasa tembakau yang diperbolehkan beredar.
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, Dr Feni Fitriani Taufik, mengatakan, perilaku memakai vape dan Juul sering diklaim lebih aman bagi kesehatan mendapat sorotan tajam dalam beberapa waktu terakhir. "Klaim memakai vape lebih sehat itu jelas menyesatkan publik," kata Taufik dalam diskusi 'Koalisi Nasional Masyarakat Sipil', belum lama ini.
Ia menyebutkan, Badan POM Indonesia telah merilis bahwa kandungan carian pada rokok elektronik berbeda-beda. Namun pada umumnya berisi larutan yang terdiri atas empat jenis campura, yaitu nikotin, propilengikol, gliserin, air dan flavouring (perisa). Nikotin adalah zat yang sangat adiktif yang dapat merangsang sistem saraf, meningkatkan denyut jantung dan tekanan darah.
Menurut Taufik, kisah pengguna aktif Juul, Chance Ammirata, mahasiswa 18 tahun asal Amerika Serikat yang viral, karena harus dilarikan ke rumah sakit akibat paru-parunya tidak berfungsi lagi bisa menjadi contoh buruk dari vape. Dan, lanjut Taufik, ada banyak kasus lain di Amerika.