REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah telah mencanangkan Indonesia menjadi kiblat fashion dunia pada tahun 2020. Beberapa bulan ke depan, tahun 2020 sudah akan berada di depan mata, bagaimana realisasi dari tujuan itu?
"Kita secara market sudah siap, bahkan sebelum 2020, ini kan sudah mulai naik dari hadirnya komunitas hijabers itu pas sembilan tahun lalu," ujar desainer Jenahara Nasution di kantor brand busana Muslim Suqma, Kamis (12/9).
Jenahara menjelaskan, Indonesia merupakan market yang besar untuk fashion Muslim. Perkembangannya pun angka terus terjadi, mengingat menjadi penduduk Muslim terbanyak di dunia.
Desainer pakaian Muslim pun saat ini pun sudah sangat banyak di Indonesia. Mereka memiliki pasar masing-masing yang membuat tren busana Muslim semakin beragam ketimbang di negara lain.
Hanya saja, Direktur Kreatif Suqma ini menegaskan, pekerjaan rumah mencapai kiblat fashion Muslim dunia ini tidak hanya berada di tangan desainer semata. Pemerintah pun harus ikut andil dalam mewujudkan tujuan tersebut dengan harus turun ikut ambil bagian.
"Pemerintah harus ada planing buat mewujudkannya, contoh saja, kalau desainer Indonesia mau go international ini pemerintah ngga dukung dari hulu sampai hilir," ujar Jenahara.
Saat ini pemerintah hanya mendukung beberapa bagian saja, bahkan beberap desainer yang bisa melakukan peragaan busana di luar negeri sering kali dengan biaya sendiri atau dukungan sponsor. Padahal, dukungan penuh dari pemerintah sangat diperlukan ketika ingin mewujudkan tujuan tersebut.
"Masih banyak juga yang perlu disinergikan, ngga cuma desainer, pemerintah juga, market sudah siap dan pelaku industri juga perlu, jangan dibebankan ke desainer saja," ujar Jenahara.
Di samping itu, ketika ingin menyatakan diri sebagai kiblat fashion dunia, Indonesia harus memiliki tempat khusus untuk menjadi rujukan tersebut. Jenahara mencontohkan dengan negara Turki, Prancis, atau Amerika Serikat yang memiliki lokasi khusus di mana para desainer bisa menjual dan memamerkan produknya.