REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sutradara Gundala, Joko Anwar, mengatakan filmnya punya cerita berbeda dengan versi layar lebar pada 1981. Cerita pahlawan Gundala besutan Joko Anwar itu merupakan penggabungan cerita komik asli karya Hasmi dengan kisah baru yang ditulisnya sendiri.
"Kebetulan, kami tidak mendasarkan film dari 1981. Saya nonton filmnya dan suka. Tapi kalau kami bikin superhero dari origin-nya, kami menggabungkan dari komik dan catatan dari Pak Hasmi," ujar sutradara Pengabdi Setan itu.
"Film dan komik saling melengkapi. Kalau baca Gundala asli, dia kan ilmuwan dan insinyur. Tapi kalau di sini, kan security. Jadi, ini tribute dari komiknya," katanya, ditemui di media screening Gundala, Rabu (28/8) malam.
Joko menjelaskan tokoh Sancaka sebagai sosok di balik pahlawan Gundala bukan merupakan anak angkat yang disekolahkan sampai menjadi ilmuwan, sebagaimana cerita dalam komik.
Satu lagi yang unik dalam Gundala, Joko tidak menggunakan teknologi kunci kroma (chromakey) untuk memanipulasi tempat kejadian. Akibatnya proses syuting Gundala harus berpindah hingga 70 lokasi.
"Proses pasca-produksi hampir satu tahun. Jadi, semua dari ditulis sampai rilis dua tahun. Yang paling susah cari lokasi karena pakai green screen. Kalau kita mau syuting di pasar, cari pasar benaran," ujar Joko.
Kunci kroma merupakan teknik penggabungan dua gambar, foto ataupun video, dengan salah satu warna dalam obyek dihilangkan. Teknik itu masih memungkinkan gambar di sisi belakang tetap terlihat. Kunci kroma disebut juga layar hijau (green screen).
Selain membutuhkan berbagai lokasi, Joko juga melibatkan hingga 1.800 pemain dalam film yang diproduksi mulai September 2017 hingga 2018 itu.
Selain Abimana Aryasatya yang berperan sebagai Sancaka, film itu juga dibintangi oleh Tara Basro, Marissa Anita, Rio Dewanto, Muzakki Ramdan, Bront Palarae, Ario Bayu, Kelly Tandiono, dan Lukman Sardi. Gundala tayang mulai hari ini di bioskop seluruh Indonesia.