Kamis 22 Aug 2019 05:00 WIB

Menengok Museum Alam Marmer Langka di Magelang

Museum marmer eduwisata ini dibangun masyarakat secara swadaya.

Rep: S Bowo Pribadi/ Red: Ani Nursalikah
Pengunjung menikmati suasana taman batuan marmer merah, di kompleks Museum Alam Marmer Merah Desa Wisata Ngargoretno, Dusun Karangsari, Desa Wisata Ngargoretno, Kecamatan Salaman, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Senin (19/8).
Foto: Republika/S Bowo Pribadi
Pengunjung menikmati suasana taman batuan marmer merah, di kompleks Museum Alam Marmer Merah Desa Wisata Ngargoretno, Dusun Karangsari, Desa Wisata Ngargoretno, Kecamatan Salaman, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Senin (19/8).

REPUBLIKA.CO.ID, MAGELANG -- Warga Dusun Karangsari, Desa Ngargoretno, Kecamatan Salaman, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah patut bersyukur. Kendati termasuk dalam wilayah tandus pegunungan Menoreh, dusun ini masih memiliki satu potensi alam, berupa batu pualam (marmer) merah.

Uniknya, jenis batu marmer merah ini konon hanya ada di Italia dan di pegunungan di wilayah Dusun Karangsari. Potret tandus wilayah dusun ini setidaknya bisa dilihat dari jarangnya jenis tanaman yang tumbuh di sela-sela bebatuan marmer merah tersebut.

Umumnya kawasan tandus, potensi ekonomi dari hasil pertanian dan kebun cukup terbatas. Satu-satunya tanaman yang dibudidayakan warga secara turun-temurun di dusun ini hanya tanaman cengkih.

Yang menjadi persoalan, tanaman ini hanya bisa dipanen setahun satu kali. Di sisi lain, warga tidak memiliki ketrampilan menggarap potensi marmer merah yang langka tersebut agar bisa bernilai ekonomi tinggi. Warga hanya menambang yang dikhawatirkan bisa mengancam lingkungan.

Walaupun lokasinya berada di sekitar kawasan wisata Candi Borobudur, Dusun Karangsari ini juga termasuk dusun yang minus dan dusun ‘merah’ karena kerawanan bencana alam. “Inilah yang menantang kami memberdayakan potensi batu marmer merah tersebut, agar bisa memberikan nilai tambah bagi warga Dusun Karangsari,” ungkap Direktur BUMDes Argo Inten, Desa Ngargoretno, Soim (38 tahun), kepada Republika.co.id, Selasa (20/8).

photo
Foto: Republika/S Bowo Pribadi

Maka, pada 2016 BUMDes Argo Inten mulai mengajak warga menggagas dibangunnya Museum Alam dan menjadikan Dusun Karangsari, Desa Ngargoretno sebagai kawasan Eduwisata Batu Marmer Merah secara swadaya. Tujuannya agar potensi tersebut tidak rusak karena eksploitasi.

“Sebaliknya, justru bisa memberikan nilai tambah bagi perekonomian warga, dengan unggulan wisata edukasi mengenai batu marmer merah yang unik tersebut,” katanya.

Hal ini dibenarkan Pjs Kepala Desa Ngargoretno, Supomo. Dusun Karangsari memiliki sekitar 70 hektare kawasan batuan marmer merah, 20 hektare di antaranya sudah dimanfaatkan usaha pertambangan.

Sehingga 50 hektare kawasan batuan marmer merah sisanya berpotensi dikembangkan sebagai museum alam dan taman marmer, yang kini terus diusahakan oleh warga bersama BUMDes Argo Inten. Hal ini sekaligus untuk menghadirkan destinasi alternatif bagi pengunjung Desa Wisata Ngargoretno selain edukasi budaya di Dusun Wonosuko, edukasi produksi gula semut (Dusun Sumbersari), edukasi budidaya kambing etawa (Dusun Selorejo) dan edukasi budidaya lebah madu (Dusun Tegalombo).

“Termasuk paket wisata minum teh di puncak Menoreh sambil menikmati sunrise atau sunset di Dusun Wonokerto,yang berbatasan dengan perkebunan teh Nglinggo, Kulonprogo dan Loano, Purworejo,” ujarnya.      

Soim menambahkan, rintisan pembuatan museum alam ini, lanjutnya, diawali warga dengan membangun dan melebarkan jalan tambang yang sebelumnya hanya berupa jalan setapak.

Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement