REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Industri wisata medis di ASEAN dapat meraup omzet hingga Rp 150 triliun per tahun. Dalam skala global, omzet industri wisata medis mencapai hingga Rp 850 triliun per tahun.
Indonesia selam ini masih menjadi 'penonton' di dalam industri yang perkembangannya cukup bergairah ini. Industri wisata medis Indonesia cukup tertinggal bila dibandingkan dengan wisata medis negara-negara Asia Tenggara lain, seperti Malaysia, Singapura, dan Thailand.
"Semua stakeholder harus digerakkan untuk mengingatkan kembali bahwa bidang wisata medis ini tak sampai terlupakan," ungkap Dr dr Taufik Jamaan SpOG saat peluncuran buku Medical Tourism of Indonesia.
Indonesia pada dasarnya sudah memiliki beragam potensi yang menjanjikan dalam industri wisata medis. Bila dikembangkan secara optimal, bukan tidak mungkin Indonesia bisa menjadi pemain yang tangguh dalam industri wisata medis di masa mendatang. Berikut ini adalah beberapa potensi di antaranya.
Kemampuan para dokter
Dokter-dokter di Indonesia memiliki kualitas yang sama dengan dokter-dokter dari negara lain. Bahkan, ada cukup banyak dokter dari Indonesia yang kemampuannya diakui pada skala dunia.
"Saat saya ke Belanda, mereka memuji dokter-dokter yang kita kirim untuk mengambil PhD, mereka disebut luar biasa, baik kinerjanya, pengetahuannya, segala macam," ungkap Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Prof Dr dr Ari Fahrial Syam SpPD KGEH MMB.
Di samping itu, cukup banyak pula dokter asal Indonesia yang dipercaya untuk memimpin organisasi berskala internasional. Sebagai contoh, Prof Dr dr Aru W Sudoyo SpPD KHOM menjabat posisi ketua atau president dari International Society of Internal Medicine dan Dr dr Aman Bhakti Pulungan SpA(K) saat ini menjabat sebagai ketua dari Asia Pacific Pediatric Association.
Dr dr Budi Wiweko SpOG KFER MPH juga pernah menjabat sebagai ketua Asia Pacific Initiative on Reproduction (ASPIRE) pada periode 2016-2018, sedangkan Ari kini menjabat sebagai ketua ASEAN Medical School Network.
"Jadi sebenarnya kualitas dokter kita, baik dari segi skill-nya maupun organisasinya, itu bagus-bagus," ungkap Ari kepada Republika.co.id saat ditemui usai peluncuran buku Medical Tourism of Indonesia.
Peralatan canggih dan standar internasional
Beberapa peralatan medis canggih juga sudah tersedia di Indonesia. Sebagai contoh, RSCM memiliki layanan radiosurgery yang memungkinkan penanganan tumor otak tanpa operasi.
Tak hanya itu, banyak rumah sakit di Indonesia yang kini memanfaatkan telemedicine untuk meningkatkan kualitas pelayanan. Ari mencontohkan, setiap bulan ada 12 center di Indonesia dan satu center di Jepang yang berkomunikasi melalui telemedicine untuk berbagi ilmu dalam bidang endoskopi.
Banyak rumah sakit di Indonesia yang kini juga sudah meraih terakreditasi secara internasional. Artinya, pelayanan yang diberikan oleh rumah sakit-rumah sakit ini setara dengan rumah sakit lain di luar negeri.
"Kita sama baiknya dengan rumah sakit-rumah sakit lain di negara tetangga," jelas Ari.