Sabtu 17 Aug 2019 05:51 WIB

Yuk, Berwisata ke Desa Kerajinan Bambu Zaman Kolonial

Desa Cigadog di Tasikmalaya menjadi sentra kerajinan bambu sejak zaman kolonial.

Rep: ayo bandung/ Red: ayo bandung
Cigadog, Sentra Kerajinan Bambu Tasik Sejak Zaman Kolonial
Cigadog, Sentra Kerajinan Bambu Tasik Sejak Zaman Kolonial

LEUWISARI, AYOTASIK.COM -- Desa Cigadog, Kecamatan Leuwisari, Tasikmalaya merupakan sentra kerajinan bambu di Tasikmalaya. Dari Desa yang berada di lereng Galunggung itu, setidaknya muncul beberapa hasil kerajinan berbahan bambu seperti pipiti, sangkar burung, tampir, aseupan, box hantaran, lampu hias dan keranjang bunga. 

Salah satu pegawai Desa Cigadog, Dadang Taryana (46), yang ditemui Ayotasik.com menuturkan, Desa Cigadog merupakan desa penghasil kerajinan bambu paling banyak di Tasikmalaya. Hampir 65 persen warga menjadikan kerajinan bambu sebagai penghasilan tambahan di samping pertanian.

''Jadi warga itu mengerjakannya di paruh waktu saja, mata pencaharian utamanya itu pertanian. Tapi, justru hasil kerajinannya yang muncul ke khalayak ramai,'' papar Dadang, Selasa (13/8/2019).

Kerajinan bambu yang dihasilkan masyarakat Cigadog, sudah ada sejak tahun 1940. Saat itu banyak warga yang sudah mengirim hasil kerajinan bambu ke berbagai daerah seperti Bandung, Purwakarta, Sumedang dan kota lainnya di Jawa Barat. 

Keahlian warga dalam membuat kerajinan bambu didapatkan secara turun temurun. Warga yang saat ini masih menggeluti kerajinan bambu, keahliannya didapat dari orang tuanya. Bisa dikatakan, Desa Cigadog menjadi sudah menjadi sentra kerajinan bambu sejak zaman kolonial.

"Tahun 1970an itu banyak yang mengirim hasil kerajinan ke berbagai daerah. Mereka ngirim pipiti, aseupan, hihid bahkan hingga bilik,'' papar Dadang.

Sumpena (80), warga Cimutu, Desa Cigadog menuturkan hingga kini ia masih menggeluti kerajinan bambu. Meski tidak turun langsung membuat kerajinan bambu karena sudah berumur, Sumpena menampung hasil kerajinan warga dan dijual ke berbagai daerah. 

Sumpena menambahkan, sejak zaman kolonial Belanda, di kampung Cigadog sudah banyak pengrajin bambu. Hampir di setiap rumah terdapat aktivitas pembuatan kerajinan berbahan bambu. Pada zaman kolonial, kerajinan yang banyak dihasilkan berupa pipiti, hihid dan aseupan.

"Kapungkur mah tiap bumi ngadamelan pipiti, ebeg dugika aseupan. Pami tiap minggu teh di kirimkeun ka pasar dugika pasar Bandung. (Zaman dulu setiap rumah tangga membuat pipiti, ebeg, sampai aseupan. Setiap minggu kami kirim ke pasar hingga ke Bandung)," papar Sumpena. 

Aktivitas kerajinan bambu di kampung Cigadog juga ditopang oleh potensi alam berupa bambu yang melimpah. Kebanyakan bambu jenis bambu tali tumbuh subur di setiap kebun warga. Melihat potensi itu, warga memanfaatkan bambu tali sebagai kerajinan.

"Da awina oge didieu mah seueur, janten kapungkurna mah kur ngamanfaatkeun seueurna awi. Kantos rada berkurang teh waktos jaman Jepang sareng waktos seueurna Gorombolan. (Kampung kami memiliki banyak lahan kebun bambu, jadi kami manfaatkan. Pernah suatu kali pasokan bambu berkurang waktu zaman Jepang dan pemberontakan), " pungkas Sumpena.

Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan ayobandung.com. Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab ayobandung.com.
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement