REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perempuan dengan beragam perannya di rumah dan tempat kerja rentan terkena risiko gejala neuropati. Hal ini terjadi ketika perempuan melakukan gerakan salah berulang dan berdurasi lama dalam aktivitas harian.
Associate Medical Manager Consumer Health P&G Health drg Swasty Dwirayunita menjelaskan neuropati adalah kerusakan saraf tepi. Neuropati terjadi karena adanya penyakit, trauma pada saraf, atau bisa juga karena komplikasi dari suatu penyakit sistemik.
Gejala nueropati bermacam-macam. Bila yang rusak adalah saraf sensorik maka gejala yang muncul adalah rasa terbakar, baal atau kebas, tertusuk, kesemutan dan mati rasa. Sementara yang rusak saraf motorik, gejala yang timbul adalah kram otot dan otot lemah. Jika yang terkena saraf otonom maka gejalanya adalah disfungsi seksual.
Lalu siapa yang berisiko terkena neuropati? Menurutnya, neuropati bisa terkena semua orang. Terutama, perempuan yang aktivitasnya dan perannya sangat banyak. Mulai menjadi ibu, istri, dan bekerja.
Ia mengungkapkan ibu rumah tangga berisiko gejala neuropati dengan mengerjakan aktivitas rutin rumah tangga yang berulang seperti mencuci, memasak, menyapu, mengepel, dan sebagainya. Jika pekerjaan itu dilakukan dengan posisi yang tidak benar maka dapat menyebabkan trauma pada saraf.
Bukan hanya itu, perempuan pekerja kantor yang terlalu fokus bekerja dengan mengetik di laptop dan tidak mengubah posisi duduknya dalam waktu lama juga rentan terkena neuropati. Ditambah, dengan penggunaan high heels terlalu lama yang dapat menyebabkan perubahan pada bagian telapak kaki dan akhirnya memicu gangguan saraf.
"Belanja pakai motor atau nyetir juga kemungkinan terkena neuropati," ujarnya disela media briefing Latih Sarafmu, Cegah Neuropati yang diselenggarakan P&G Health melalui Neurobion di Jakarta, Ahad (4/8). Selain itu, neuropati juga bisa disebabkan oleh penyakit diabetes.