Kamis 01 Aug 2019 14:52 WIB

Turis India Viral, Psikiater: Jangan Ambil Barang Hotel

Turis asal India kedapatan mengambil barang-barang dari kamar hotel di Bali.

Rep: Desy Susilawati/ Red: Reiny Dwinanda
Kamar hotel.
Foto: Flickr
Kamar hotel.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Video yang menampilkan keluarga asal India yang tertangkap basah mengambil barang-barang dari kamar sebuah resor di Bali menjadi viral sejak pekan lalu. Kelakuan mereka menyulut kemarahan dan rasa malu bagi warga India di seluruh dunia sekaligus menimbulkan pertanyaan mendasar tentang "kleptomania oportunis" tanpa memandang latar belakang pelakunya.

Istilah "kleptomania oportunistik" merujuk pada orang yang bermoral teguh bisa tiba-tiba menjadi kacau ketika mereka bepergian. Mereka merasa tidak diawasi dan itu dapat mendorong perlaku melenceng.

Mereka berani mengaburkan batas-batas etika dan melakukan hal-hal yang mengejutkan begitu terserang euforia liburan. Rasa aman sebagai tamu yang membayar mendorong mereka merasa tak masalah untuk mengambil barang yang semestinya tak dibawa pulang dari hotel, entah itu pembuka botol, handuk, atau peralatan makan.

Dr Padma Raju Varrey selaku psikiater senior di NMC Speciality Hospital, Abu Dhabi, India mengatakan kepada Gulf News kleptomania merupakan gangguan kontrol impuls di mana penderitanya tidak dapat menghentikan dirinya dari pencurian. Menurutnya, mencuri barang dari kamar hotel atau toko tidak termasuk kategori kleptomania.

"Pelaku yang terlibat dalam pencurian benda-benda di kamar hotel ialah pengutil non-profesional," ujarnya.

Varrey mengatakan, orang yang menganggap barang-barang sepele boleh diambil begitu saja ada di mana-mana. Pelakunya bahkan tak mengenal kelas, kebangsaan, ras, atau jenis kelamin.

"Banyak selebritas yang ketahuan mengutil benda murah, bukan karena tak mampu membelinya tetapi karena ada dorongan yang tak terkendali untuk melakukannya," jelas Varrey.

Dalam kasus turis di Bali, Varrey menyimpulkan itu sebagai tindakan terencana untuk mencuri properti hotel. Pelakunya ingin bisa lolos dari tindak kriminal tersebut.

Varrey menjelaskan bahwa dorongan seperti itu didalangi oleh kesenangan melakukan aksi nekat. Rasa penyesalan datang ketika mereka tertangkap.

Menurut Varrey, orang-orang seperti itu akan berlaku agresif dan kasar ketika pertama kali ditanyai. Namun, begitu jarahannya disodorkan sebagai barang bukti, mereka dengan santainya mengatakan akan membayarnya.

"Akhirnya, ketika pihak berwenang menolak opsi itu, rasa bersalah yang ekstrem mengambil alih dan mereka merasa malu, menyesal, dan bahkan memohon dan terus memohon untuk dibebaskan," kata Varrey.

Dalam video berdurasi dua setengah menit tampak jelas keseluruhan emosi yang dialami keluarga yang berlibur di Bali itu. Pada awalnya, mereka menyangkal, riuh dan kasar kepada staf hotel yang mencegatnya.

Ketika bagasi demi bagasi mereka dibuka, tampaklah semua properti hotel mulai dari sabun, dispenser sabun, gantungan baju, hingga speaker audio dan tirai yang mereka ambil dari kamar resor. Nada suara mereka berubah dan menawarkan diri untuk membayar barang-barang itu.

Begitu mendengar staf hotel bersikeras untuk melaporkan tindak kejahatan mereka, anggota keluarga itu mulai memohon dan meminta maaf sebesar-besarnya. Video itu menunjukkan sang kepala keluarga sampai membuat gerakan menyentuh kaki staf hotel, gerakan India yang ekstrem untuk menunjukkan penyesalan dan meminta pengampunan.

Kejadian seperti itu, menurut Varrey, bisa saja terjadi dengan keluarga berkebangsaan apa pun. Ia menyatakan bahwa 'kelptomania oportunistik' tak mengenal batas dan negara dan merupakan risiko yang ada di hotel-hotel di seluruh dunia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement