Senin 22 Jul 2019 13:23 WIB

Ahli Peringatkan Bahaya Terapi Hormon Bioidentik Menopause

Dosis berlebih hormon bioidentik dapat meningkatkan risiko kanker endometrium.

Rep: Adysha Citra Ramadani/ Red: Reiny Dwinanda
Persiapkan diri menjelang menopause/ilustrasi
Foto: yorkshiretimes.co.uk
Persiapkan diri menjelang menopause/ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Terapi hormon bioidentik merupakan terapi alternatif untuk menopause yang mulai menarik perhatian banyak perempuan. Terlepas dari popularitasnya yang mulai meningkat, ahli menopause memberi peringatan terkait bahaya penggunaan terapi hormon bioidentik.

Terapi hormon bioidentik mulai menyita perhatian perempuan karena dipasarkan sebagai alternatif 'alami' dari terapi penggantian hormon (HRT) untuk menopause. Terapi hormon bioidentik juga dikatakan sebagai terapi hormon yang dapat disesuaikan secara identik dengan hormon yang diproduksi oleh tubuh pasien.

Di balik klaim menjanjikan tersebut, terapi hormon bioidentik ternyata menyimpan potensi berbahaya. Hal ini diungkapkan oleh ahli endokrinologi dari Monash University sekaligus pimpinan International Menopause Society Dr Susan Davis.

Davis mengatakan salah satu masalah dari terapi hormon bioidentik adalah terkait penggunaan dosis yang hanya berdasarkan perkiraan semata. Metode pemberian terapi hormon bioidentik juga belum benar-benar dikembangkan dengan baik.

"Ini hanya merupakan konsep dan karena itu kadar (hormon) yang mungkin masuk ke dalam aliran darah bisa terlalu sedikit atau terlalu banyak," ungkap Davis seperti dilansir ABC.

Kekhawatiran yang sama juga diungkapkan oleh ahli ginekologi dr Elizabeth Farrell. Farrell mengatakan perempuan yang diberikan hormon dengan dosis yang salah akan lebih rentan terhadap risiko kanker endometrium.

"Dosis yang tidak tepat dapat menyebabkan progesteron tidak mencukupi untuk melindungi endometrium dan meningkatkan risiko kanker endometrium," terang Farrell.

Terapi hormon bioidentik juga dinilai menjadi cukup populer karena adanya keraguan terhadap HRT. Pada 2002 lalu, studi dari Women's Health Initiative juga mengungkapkan bahwa HRT dapat menyebabkan risiko kanker payudara pada perempuan meningkat. Temuan inilah yang kemudian membuat sebagian perempuan beralih mencari alternatif pengganti HRT.

Saat ini, sudah diketahui bahwa temuan dalam studi Women's Health Intitiative mengenai HRT keliru. Data yang menunjukkan bahwa HRT dapat meningkatkan risiko kanker payudara sudah terbukti tidak benar. Terlepas dari itu, masih ada perempuan yang berupaya mencari alternatif pengganti HRT, seperti terapi hormon bioidentik.

Bila terapi seperti HRT sudah teruji klinis dan terbukti aman, lain halnya dengan terapi hormon bioidentik. Di dalam terapi hormon bioidentik, ada senyawa-senyawa individual yang digabungkan menjadi satu seperti sedikit testosteron, sedikit DHEA, sedikit ekstrak tiroid, dan bahkan sedikit hidrokortison.

"Keamanaan (produk ini) merupakan kekhawatiran yang sangat serius," ungkap Davis.

Di sisi lain, Farrell juga menambahkan bahwa terapi hormon bioidentik secara keliru dipasarkan sebagai terapi 'alami'. Hormon manusia, menurut Farrell, hanya dapat dibuat langsung oleh tubuh atau dibuat secara sintetis di laboratorium. Klaim bahwa terapi hormon bioidentik dapat disesuaikan secara identik dengan hormon pasien juga sangat berlebihan.

Di samping klaim yang tidak sesuai, terapi hormon bioidentik juga dipasarkan dengan harga yang terlalu mahal. Biaya yang dibutuhkan untuk terapi hormon bioidentik jauh lebih tinggi dari HRT yang sudah teruji secara klinis untuk terapi menopause.

"Saya bertemu seorang perempuan yang duduk di ruangan saya dan menangis. Dia berkata dia menjual mobilnya agar bisa membayar biaya (terapi hormon bioidentik) selama beberapa tahun," ujar Davis.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement