Senin 15 Jul 2019 14:49 WIB

Gulali, Jajanan Jadul yang Masih Diminati Hingga Kini

Dengan modal Rp 100 ribu penjual gulali bisa memperoleh pendapatan Rp 700 ribu

Rep: Ita Nina Winarsih/ Red: Christiyaningsih
Mang Opay berjualan gulali.
Foto: Republika/Ita Nina Winarsih
Mang Opay berjualan gulali.

REPUBLIKA.CO.ID, PURWAKARTA -- Jajanan jaman dulu (jadul) seperti kembang gula atau gulali masih digemari anak-anak zaman sekarang. Salah satunya anak-anak di Gang Flamboyan III, Kelurahan Nagri Kaler, Kecamatan/Kabupaten Purwakarta.

Kastari (38 tahun) atau akrab disapa Mang Opay, pedagang gulali asal Kabupaten Indramayu, mengatakan sejak masih bujangan dirinya sudah menekuni dunia bisnis gulali. Ilmu membuat gulali ini diperoleh dari kakeknya. Bahkan, sekeluarga Mang Opay ini menekuni bisnis makanan anak-anak yang melegenda ini.

Baca Juga

"Sudah lama saya jualan gulali. Sejak 1996 sampai sekarang," ujar Mang Opay kepada Republika.

Setiap hari Mang Opay berkeliling di sejumlah wilayah di Purwakarta untuk menjajakan dagangannya. Salah satu wilayah sasarannya yaitu Kelurahan Nagri Kaler. Bahkan, daya jangkau jualannya sampai ke perbatasan Purwakarta-Karawang tepatnya di Desa Curug, Kecamatan Ciampel, Karawang.

Jajanan gulalinya ini selalu laris manis dengan pelanggan setianya anak-anak. Menurut Mang Opay, anak-anak sangat suka gulali karena rasanya yang manis. Apalagi, saat ini banyak pilihan model yang bisa dikreasikan dari hasil pengolahan bahan baku gula pasir ini.

Mang Opay mengaku dirinya menguasai ketrampilan membentuk gulali. Antara lain seperti bentuk bunga, naga, terompet, kuda, burung, buaya, ikan lele, ikan jambal, sampai lumba-lumba. Motif tersebut dipelajarinya secara otodidak dari leluhurnya.

"Paling laku motif terompet sebab motif terompet akan dilengkapi dengan susu kental manis. Jadi anak-anak semakin suka," ujar ayah dua anak ini.

Setiap hari, Mang Opay mampu mengolah dua kilogram gula pasir. Untuk menghasilkan gulali yang enak gula pasir itu dimasak dengan cara dipanaskan di atas wajan. Gula pasir diberi air sedikit lalu diaduk-aduk sampai mencair dan berubah jadi karamel.

Setelah itu adonan diberi perwarna makanan seperti warna hijau, merah, oranye, dan kuning. Supaya tidak mengkristal, setelah diberi pewarna gula karamel itu didiamkan di atas wajan. Setelah itu, gula karamel dipanggang dalam api yang ukurannya sangat kecil.

Adonan terus dihangatkan supaya bisa dibentuk beraneka rupa. "Dalam sewajan kecil ini modalnya mencapai Rp 100 ribu. Namun hasilnya bisa sampai Rp 700 ribu kalau habis semua," ujarnya dengan tersenyum.

Harga gulali ini bervariasi tergantung dari ukurannya. Untuk ukuran kecil harganya Rp 2 ribu. Sedangkan yang berukuran besar dan diberi susu kental manis harganya Rp 5 ribu.

Ikah Kartikah (60 tahun) warga Gang Flamboyan III mengaku bisa bernostalgia saat menikmati gulali tersebut. Sebab, saat dirinya masih muda gulali merupakan jajanan favorit.

"Dulu jajanan tidak sebanyak saat ini. Jadi kalau kita jajan gulali rasanya senang sekali. Sekarang melihat yang dagang gulali serasa bernostalgia ke masa silam," ujar nenek sembilan cucu ini.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement