REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Kesehatan Dunia (WHO) mengungkapkan ada lebih dari satu juta kasus infeksi penyakit menular seksual (PMS) baru per hari di dunia saat ini. WHO menilai salah satu faktor yang mempengaruhi lonjakan kasus PMS ini adalah aplikasi berkencan.
WHO mengungkapkan ada sekitar 376 juta kasus PMS yang terdignosis setiap tahun pada kelompok usia di bawah 50 tahun. Kasus-kasus PMS yang ditemukan bervariasi, mulai dari klamidia, gonore, sifilis hingga trikomoniasis.
Sebagian besar kasus infeksi yang ditemukan masih bisa diobati dengan antibiotik. Akan tetapi, WHO mengungkapkan bahwa kasus infeksi PMS yang resisten terhadap obat tampak mengalami peningkatan yang mengkhawatirkan. Peningkatan kasus resisten obat tampak cukup signifikan khususnya pada kasus gonore.
"Yang dapat membuat penyakit ini menjadi tak bisa disembuhkan," ungkap WHO dalam pernyataan resminya seperti dilansir Independent.
Pejabat Medis WHO untuk penyakit infeksi yang ditularkan secara seksual Dr Teodora Wi mengatakan, saat ini kasus gonore yang resisten terhadap obat lini pertama sudah menunjukkan angka yang sangat tinggi. Artinya, kasus-kasus gonore tersebut sudah tak lagi bisa diobati dengan antibiotik-antibiotik di lini pertama, misalnya seperti quinolone.
"Semakin sering kami melihat kemunculan (kasus) resisten terhadap ceftriaxone, yang merupakan lini terakhir pengobatan gonore," jelas Wi.
Dalam skala global, diperkirakan satu dari 25 orang terinfeksi dengan salah satu jenis PMS. Setiap kali antibiotik digunakan untuk mengobati orang-orang yang terinfeksi ini, kemungkinan kasus resisten obat muncul semakin meningkat.
PMS dapat merugikan kesehatan penderitanya dalam berbagai aspek. Seperti diketahui, PMS merupakan penyebab utama dari penyakit kronis, infertilitas, dan komplikasi dalam proses melahirkan.
Salah satu jenis PMS, seperti sifilis, menyebabkan sekitar 200 ribu kasus stillbirth atau bayi lahir mati dan kematian bayi baru lahir pada 2016. Di sisi lain, WHO tidak melihat adanya penurunan angka infeksi PMS sejak 2012 lalu.
Wi menilai aplikasi berkencan turut berkontribusi dalam peningkatan kasus infeksi PMS. Wi mengatakan keberadaan aplikasi berkencan membuat hubungan seksual menjadi lebih mudah diakses.
"Mungkin itu merupakan sebuah faktor. Bila (aplikasi) mudah diakses dan Anda melakukan lebih banyak hubungan seksual, Anda mungkin berisiko terpapar lebih banyak infeksi menular seksual," ungkap Wi.