Rabu 22 May 2019 08:00 WIB

Pemindaian Jantung Terbaru Deteksi Risiko Kematian Mendadak

Pemindaian jantung terbaru bisa mengidentifikasi risiko kematian mendadak.

Rep: Dwina Agustin/ Red: Reiny Dwinanda
Nyeri di dada, bisa jadi pertanda sakit jantung
Foto: Boldsky
Nyeri di dada, bisa jadi pertanda sakit jantung

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penelitian baru menemukan teknik pemindaian baru dapat mengidentifikasi orang yang berisiko ambruk dan mati mendadak karena kondisi jantung yang tersembunyi. Biasanya, pada orang dengan kardiomiopati hipertrofik, tanda-tanda perubahan struktural pada jantung hanya dapat diketahui setelah kematian.

Para peneliti University of Oxford menggunakan pencitraan mikroskopis untuk menemukan pola yang sama pada pasien yang hidup. Kondisi ini biasanya menjadi penyebab utama kematian jantung mendadak bagi orang dengan usia muda.

Baca Juga

Masalah jantung yang tersembunyi ini umum yang diturunkan dari anggota keluarga. Kondisi itu memengaruhi satu dari 500 orang di Inggris dan bisa berakibat fatal pada beberapa orang, contoh saja pesepakbola Fabrice Muamba yang mengalami serangan jantung yang hampir fatal saat pertandingan. Kasus yang sama membuat putra David Frost, Miles, meninggal secara mendadak saat jogging di usia 31 tahun.

Banyak dari mereka dengan kardiomiopati hipertrofik atau HCM, memiliki sedikit atau tidak ada gejala peringatan. Bahkan, beberapa mampu menjalani kehidupan normal meski tidak diobati.

Penelitian yang diterbitkan dalam Journal of American College of Cardiology memindai 50 pasien dengan HCM dan 30 sukarelawan sehat dan mampu melihat kekacauan pada pasien yang hidup dengan kondisi jantung yang sebelumnya hanya ditemukan pada pasien setelah kematian jantung mendadak. Pasien-pasien ini juga lebih cenderung memiliki irama jantung abnormal.

Untuk bisa memindai kardiomiopati hipertrofik, tim peneliti fokus pada mendeteksi orang yang berisiko meninggal mendadak dengan mencari pola serat abnormal di jantung yang dapat menyebabkan irama jantung yang berpotensi mematikan. Masalah ini diperkirakan mempengaruhi sekitar satu persen orang dengan kondisi tersebut.

Peserta yang dilibatkan diberikan alat kecil yang ditanamkan di jantung untuk memantau ketika irama jantung yang abnormal terdeteksi. "Kami berharap bahwa pemindaian baru ini akan meningkatkan cara kami mengidentifikasi pasien berisiko tinggi, sehingga mereka dapat menerima defibrillator kardioverter implan dini untuk mencegah kematian mendadak," kata penulis studi dan ahli jantung di University of Oxford Dr Rina Ariga, dikutip dari BBC, Rabu (22/5).

Teknik ini disebut difusi tensor magnetic resonance imaging, biasanya digunakan pada otak, namun kemajuan kemajuan teknologi saat ini memebuat alat itu dapat digunakan pada jantung. Ariga menyatakan, tantangan saat ini membuat pemindaian ini lebih pendek dan lebih cepat untuk pasien sehingga dapat diuji dalam studi yang lebih besar lagi.

Saat ini, risiko pasien dihitung didasarkan pada ketebalan dinding jantung, riwayat keluarga ditambah keruntuhan yang tidak dapat dijelaskan dan irama jantung yang tidak normal.

Perbedaan dengan pendekatan para peneliti Oxford adalah menggunakan pemindaian MRI untuk melihat gambar-gambar terperinci dari struktur otot jantung untuk memeriksa kekacauan serat otot. Hal tersebut menunjukkan detak jantung tidak diperbolehkan menyebar secara merata ke seluruh serat otot jantung.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement