REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Orang tua bekerja sering galau begitu libur sekolah anak tiba. Liburan ini penting bagi anak karena mereka bisa beristirahat lebih lama, bebas dari rutinitas belajar di kelas, dan yang terpenting adalah melakukan hal-hal yang disukai.
Akan tetapi jumlah hari cuti karyawan tak sebanding dengan jumlah hari libur anak yang lebih lama. Pada titik ini orang tua ditantang untuk menyiasatinya.
Dikutip dari Kidspot Kamis (2/5), ibu-ibu di Selandia Baru yang bekerja sering mengalami konflik batin antara kewajiban bekerja dengan kewajiban menjalankan peran sebagai ibu. Banyak pengasuhan informal diterapkan, seperti mengantar anak-anak berlibur ke rumah kakek nenek, atau meninggalkan anak dengan kakaknya yang lebih besar di rumah.
Penelitian ini dilakukan terhadap anggota Corporate Mothers Network, salah satu platform jaringan berbasis di Auckland untuk wanita pekerja. Sekitar 350 wanita dari total 1.100 anggota berpartisipasi dalam penelitian ini.
Sebagian besar responden (90 persen) memiliki anak di bawah usia 18 tahun yang tinggal di rumah selama liburan sekolah. Sebanyak 64 persen responden mengaku mereka mengalami konflik mengatur liburan sekolah. Lebih dari 60 persen responden setuju liburan sekolah menyulitkan mereka fokus pada pekerjaan.
Di luar masalah kinerja, 68 persen responden mengatakan mereka merasa menjadi orang tua yang kurang baik saat liburan sekolah anaknya tiba. Untuk mengatasi kesenjangan, kebanyakan responden meminta pertolongan kepada keluarga sendiri untuk mengatur waktu liburan anaknya.