REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Fenomena ini mungkin sudah tidak asing bagi warga sekitar. Setiap harinya puluhan sapi digiring oleh sang pemilik menuju sebuah tempat pembuangan akhir sampah di Padang. Tumpukan sampah yang membusuk dan bau itulah yang menjadi santapan sapi-sapi.
Realita ini mendorong dua orang sineas lokal asal Padang, David Darmadi dan Lidia Afrilita, untuk mengangkatnya ke dalam sebuah film dokumenter. Akhirnya pada 2017 film dokumenter dengan judul Diary of Cattle berhasil mereka garap.
Cerita yang unik, cara bertutur yang orisinil, dan gambar sinematis dari film ini berhasil menarik perhatian dunia. Untuk pertama kalinya film ini diputar di festival film dokumenter dunia Visions du Rèel di Swiss pada 11 April 2019. Mereka terpilih sebagai satu dari 39 film yang berkompetensi di durasi pendek dan menengah.
"Senang dan bangga. Dari awal kami memang menargetkan festival itu. Tapi tidak terlalu percaya diri bisa lolos, jadi dulu kami targetkan ya untuk produksi di Padang saja," kata Lidia di kantor Badan Ekonomi Kreatif, Selasa (16/4).
Film dokumenter yang berdurasi 17 menit ini diharapkan akan menjadi perhatian semua lini masyarakat baik di Indonesia maupun Internasional. Berdasarkan riset Lidia dan David, hal serupa tidak hanya terjadi di Padang namun terjadi juga di beberapa kota lain di Indonesia.
"Ini ironi. Sapi makan sampah, bahkan plastik yang ada ditumpukan sampah mereka lahap. Sapi-sapi itu jugalah yang nantinya akan dilahap oleh manusia. Ini kami angkat sebagai isu serius, isu nasional," kata Lidia.
Film Diary of Cattle ini merupakan alumni dari workshop dokumenter IF/Then dan Docs By The Sea yang diselenggarakan oleh In-Docs dan Bekraf 2019. Menurut Lidia, hingga kini pihaknya masih mendiskusikan bagaimana strategi pemutaran film dokumenter di Indonesia.
Saat ini sarana dan infrastruktur pemutaran film dokumenter di Indonesia masih sangat terbatas. Tetapi film Diary of Cattle ini telah mendapat tawaran distribusi dari Guardian, sehingga nantinya film ini akan diputar di kanal YouTube Guardian.
"Kami harapkan dengan banyak yang menonton, semakin banyak orang yang sadar, yang empati terhadap sapi itu, terhadap isu lingkungan, dan ancaman plastik yang kian nyata," tegas Lidia.