REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hiruk-pikuk dan dinamika yang terjadi selama pemilihan umum (Pemilu) memang sangat meriah. Tetapi semua itu perlu diwaspadai karena juga bisa berdampak pada kondisi kesehatan jiwa.
Psikiater Lahargo Kembaren mengatakan masalah kesehatan jiwa kerap terjadi seiring Pemilu. Perasaan sedih, marah, kecewa, malu, bersalah, khawatir, takut, frustasi, sepi, iri, cemburu, dan tidak aman adalah emosi yang bisa saja muncul.
"Masalah gangguan kejiwaan bisa mengenai siapa saja pada Pemilu. Mulai dari calon legislatif, calon presiden, keluarganya, tim suksesnya, simpatisannya, ataupun masyarakat umum yang terpapar tsunami informasi mengenai Pemilu," kata Lahargo.
Pencegahan yang dapat dilakukan guna menjaga kesehatan jiwa adalah manajemen stres. Upaya itu meliputi detoksifikasi digital, cetak, dan auditorik. Artinya, hindari membaca atau mendengarkan berita Pemilu dari media cetak, digital, internet, dan ponsel.
Cara lain di antaranya mengalihkan perhatian dengan membaca buku serta melakoni aktivitas kreatif. Anjuran yang lebih umum adalah mengonsumsi makanan sehat, berolahraga teratur, tidur cukup, dan melakukan relaksasi yang menenangkan pikiran.
"Lakukan hobi yang menyenangkan atau berbicara dengan orang lain yang mau mendengarkan dan memberi perhatian. Kesehatan jiwa bukanlah segalanya, tetapi tanpa kesehatan jiwa segalanya menjadi tak berarti," ucap Lahargo.
Lewat pernyataan resminya, pria yang bertugas di RS Jiwa dr H Marzoeki Mahdi Bogor itu mengajak semua orang memperhatikan dan menjaga kesehatan jiwa. Menurutnya kesehatan jiwa sama pentingnya dengan kesehatan fisik.
Ada berbagai tanda dan gejala gangguan kejiwaan yang perlu diwaspadai. Beberapa di antaranya adalah perubahan pada pola tidur dan pola makan, perubahan pada suasana hati, emosi, perasaan, atau menarik diri dari aktivitas sosial.
Begitu pula jika seseorang sulit berpikir rasional, serta mengalami gangguan memori, konsentrasi dan perhatian. Gejala lain yakni lebih sensitif terhadap berbagai hal atau justru apatis alias tidak peduli terhadap hal-hal di sekitarnya.
Munculnya gejala itu dan berbagai tanda lainnya membutuhkan evaluasi serta pemeriksaan lebih lanjut oleh profesional kesehatan jiwa. Lahargo menyarankan untuk tidak ragu berkonsultasi dengan psikiater, perawat jiwa, atau psikolog.