REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketika mendengar James Bond, sebagian besar orang pasti akan membayangkan sosok agen rahasia yang tampan dan piawai dalam menjalankan misi-misi berbahaya. Meski tampak sempurna, karakter yang mendulang popularitas di berbagai belahan dunia ini ternyata memiliki masalah adiksi.
Setidaknya itu yang diperkirakan oleh sekelompok ilmuwan dan ahli dari University of Otago di Selandia Baru. Tim peneliti ini melakukan sebuah penelitian ilmiah untuk menganalisis kebiasaan minum minuman beralkohol yang dilakukan oleh karakter James Bond.
Selama penelitian, tim peneliti menonton seluruh film serial James Bond yang berjumlah 24 film dan menganalisis karakter James Bond. Dari ke-24 serial film ini, tim peneliti berhasil mengobservasi bahwa James Bond menunjukkan perilaku minum minuman beralkohol sebanyak 109 kali.
Dengan kata lain, James Bond rata-rata tampil dalam adegan minum minuman beralkohol sebanyak 4,5 kali per film.
Karakter James Bond paling banyak meminum minuman beralkohol pada film Quantum of Solace. Film tersebut bahkan menunjukkan bahwa kadar alkohol di darah James Bond cukup tinggi dan mampu mendorong agen rahasia tersebut melakukan perbuatan kriminal besar.
Tak hanya itu, tim peneliti juga mengatakan karakter James Bond telah menunjukkan enam dari 11 kriteria pecandu alkohol. Tim peneliti menyandarkan penilaian ini terhadap parameter-parameter yang berkaitan dengan gejala-gejala adiksi alkohol kronik. Tim peneliti mengatakan adiksi alkohol seperti ini dapat membuat mengganggu pemikiran yang jernih dan kesehatan mental.
Tim peneliti juga menilai karakter James Bond memiliki beberapa faktor risiko terhadap adiksi alkohol. Beberapa di antaranya adalah kebiasaan karakter tersebut untuk minum minuman beralkohol sebelum bertarung, berjudi dengan taruhan yang tinggi serta performa atletik yang ekstrim.
Selain menganalisis konsumsi alkohol James Bond, tim peneliti juga mengungkapkan beberapa cara yang dapat membantu karakter tersebut untuk lepas dari adiksi alkoholnya. Salah satunya adalah mencari bantuan profesional untuk mengatasi adiksi tersebut.
"Dan mencari strategi lain untuk mengelola stres saat kerja," jelas seorang ahli yang tergabung dalam tim peneliti seperti dilansir Times of India.