Senin 01 Apr 2019 22:04 WIB

Samuel Wattimena: Indonesia Miliki Wastra Terlengkap

Samuel Wattimena mengatakan generasi muda harus mengenal wastra Indonesia.

Tenun Watubo dari Flores dengan pewarna alami menjadi daya tarik wastra Nusantara di Pertemuan Tahunan Dana Moneter Internasional (IMF) - Bank Dunia (World Bank) 2018 Bali.
Foto: Republika/Mutia Ramadhani
Tenun Watubo dari Flores dengan pewarna alami menjadi daya tarik wastra Nusantara di Pertemuan Tahunan Dana Moneter Internasional (IMF) - Bank Dunia (World Bank) 2018 Bali.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perancang busana Samuel Wattimena mengatakan Indonesia memiliki teknik wastra atau kain tradisional terlengkap di dunia. Dia mengatakan beberapa teknik yang diterapkan dalam kain tradisional antara lain adalah batik, songket, sulam dan ikat.

"Teknik yang kita miliki memang awalnya berasal dari luar seperti Cina dan India tetapi nenek moyang kita berhasil membuatnya menjadi identitas kita," kata Samuel saat ditemui di Jakarta, Senin.

Baca Juga

Di lain sisi, Samuel menyayangkan kini citra wastra kurang populer di mata generasi muda. Ia melihat tak banyak generasi muda tidak menjadikan wastra sebagai wahana ekspresi berbusana.

"Generasi muda selain harus tahu, juga harus bisa berekspresi dengan hal ini. Kalau kita tidak pernah menjadikan ini bagian dari ekspresi, nanti akan ditinggalkan dong," kata dia.

Samuel mendorong agar pegiat wastra yang masih muda dapat berkarya menciptakan motif-motif baru pada kain. Ia mengatakan membuat motif pada wastra tidak selalu harus berpatokan pada motif-motif lama yang suda ada.

"Motif itu harus boleh dikembangkan, disesuaikan dengan zaman, yang tidak boleh berubah itu kain-kain untuk upacara adat, tapi untuk pakaian sehari-hari ya boleh," kata dia.

Dia mengatakan masalah pengembangan wastra nusantara selama adalah selalu ditangani oleh Kementeria UMKM atau Kementerian Perindustrian. Menurut dia perspektif kebudayaan harus mulai digunakan dalam mengembangkan wastra.

"Kalau hanya dari sisi ekonomi akan hilang budayanya. Pengrajin dapat kehilangan kreatifitasnya sehingga kualitasnya dalam membuat kain dapat menurun, kebudayaan harus memberi wawasan dan makna akan hal ini," kata dia.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement