Jumat 22 Mar 2019 15:40 WIB

Indonesia Belum Bisa Penuhi Kebutuhan Alat Medis

Sebagian besar alat medis yang digunakan harus diimpor.

Rep: Desy Susilawati/ Red: Indira Rezkisari
Alat medis di rumah sakit.
Foto: Antara
Alat medis di rumah sakit.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jumlah rumah sakit juga fasilitas pelayanan kesehatan lainnya kian menjamur. Meningkatnya permintaan terhadap alat-alat medis pun ikut naik.

Sayangnya, Direktur Penjualan Alat Kesehatan dan PKRT, Kementerian Kesehatan, dr. I Gede Made Wirabrata, mengungkapkan untuk memenuhi itu semua, sebanyak 95 persen dari kebutuhan peralatan medis di fasilitas pelayanan Indonesia masih diimpor dari negara lain.

Baca Juga

Produsen lokal Indonesia baru mampu memenuhi 5 persen peralatan medis. Menurutnya ini karena Indonesia masih tertinggal untuk urusan teknologi. Beberapa alat diagnostik yang membutuhkan keakuratan tinggi baru bisa dipenuhi oleh negara lain.

"Kita masih tertinggal dalam teknologi. Sehingga kita belum bisa menghasilkan alat diagnostik yang presisi tinggi seperti MRI, XRay kita belum bisa buat. Obat radioterapi juga kita bisa belum bisa buat," ujar dr Wira dalam siaran pers, dikutip Jumat (22/3).

Staf Ahli Bidang Teknologi Kesehatan Globalisasi Kementerian Kesehatan, Slamet MHP, menambahkan sebenarnya perusahaan peralatan medis lokal terus mengalami pertumbuhan di Indonesia. Namun ia mengatakan urgensi untuk mengimpor peralatan medis tertentu disesuaikan lagi dengan kebutuhan rumah sakit.

"Intinya kami memfasilifasi seluruh fasyankes yang membutuhkan. Perkara dari lokal atau impor sejauh sudah ada izin edar dan aman digunakan kita izinkan," tambahnya.

Untuk masalah perizinan, lanjutnya, setiap produk peralatan medis yang diimpor dari negara lain harus memiliki izin dari Kementerian Kesehatan untuk aman digunakan. Dengan begitu pemerintah menjamin peralatan medis tersebut sudah aman digunakan untuk melayani pasien.

"Alat kesehatan yang beredar harus berizin. Impor dari luar tidak bisa langsung dipakai. Izin itu dikeluarkan Kemenkes," ungkapnya.

Ia mengatakan para produsen harus mendaftar dari sistem daring. Misal ada produk dari China, di sana harus lolos dulu. Harus dipakai di sana, baru bisa dipakai di Indonesia. "Ada uji klinik dulu sehingga baru kita kasih izin," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement