Jumat 22 Mar 2019 12:18 WIB

Mengapa Diabetes dan Hipertensi Bisa Sebabkan Gagal Ginjal?

Diabetes dan hipertensi dapat menyebabkan gagal ginjal.

Rep: Adysha Citra Ramadani/ Red: Reiny Dwinanda
Hipertensi dan diabetes yang tak terkontrol bisa membuat fungsi ginjal bermasalah hingga akhirnya penderitanya membutuhkan cuci darah.
Foto: Musiron/Republika
Hipertensi dan diabetes yang tak terkontrol bisa membuat fungsi ginjal bermasalah hingga akhirnya penderitanya membutuhkan cuci darah.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penyakit ginjal kronik (PGK) merupakan persoalan serius di banyak negara, khususnya negara berkembang seperti Indonesia. Selain menjadi maslaah kesehatan dunia, PGK juga memunculkan beban ekonomi yang sangat tinggi terhadap sistem kesehatan.

PGK merupakan kondisi saat fungsi ginjal mengalami penurunan atau struktur ginjal mengalami kerusakan yang progresif. Kondisi ini berlangsung lebih dari tiga bulan.

Baca Juga

PGK terdiri dari enam stadium yaitu stadium 1, stadium 2, stadium 3a, stadium 3b, stadium 4 dan stadium 5 (gagal ginjal). Pada stadium 5 atau gagal ginjal, pasien akan membutuhkan terapi pengganti ginjal seperti dialisis atau transplantasi ginjal.

PGK bisa disebabkan oleh berbagai hal. Namun, dua penyebab terbesar PGK dan gagal ginjal adalah hipertensi dan diabetes melitus.

Berdasarkan data dari Indonesian Renal Registry (IRR) 2017, hiprtensi menjadi penyebab dari 45 persen kasus gagal ginjal. Sedangkan, diabetes melitus bertanggung jawab atas 25 persen kasus gagal ginjal.

Menapa hipertensi dan diabetes bisa merusak ginjal? Ketua Umum PB Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PB Pernefri) dr Aida Lydia PhD SpPD KGH menjelaskan, keduanya dapat membuat kerusakan pada pembuluh darah ginjal atau nefron. Ketika itu terjadi, filtrasi ginjal juga ikut terganggu dan rusak.

"Lama-kelamaan ini akan mengganggu fungsi ginjal," ungkap Aida dalam peringatan Hari Ginjal Sedunia bersama Fresenius Medical Care, di Jakarta.

Aida mengungkapkan, hipertensi dan diabetes melitus juga dapat memunculkan masalah kesehatan serius lain. Keduanya merupakan faktor risiko tunggal dari penyakit jantung dan strok.

Oleh karena itu, Aida mengatakan, penting bagi penderita hipertensi dan diabetes melitus untuk mengelola dan mengendalikan penyakit mereka.

"Hipertensi dan diabetes bisa dikontrol dengan baik melalui terapi medis," ujar Aida yang juga konsultan ginjal dan hipertensi.

Target kontrol tekanan darah yang perlu dicapai penderita hipertensi adalah di bawah 140/90 mmHg. Sedangkan target kontrol tekanan darah yang perlu dicapai penderita hipertensi dengan komplikasi gangguan ginjal atau kebocoran protein pada urine adalah di bawah 130/80 mmHg.

Target kontrol gula darah bagi penderita diabetes melitus adalah di bawah 100 mg/dL untuk kadar gula darah puasa. Sedangkan target kontrol gula darah dua jam setelah makan adalah di bawah 140 mg/dL.

Target kontrol gula darah sewaktu yang perlu dicapai adalah di bawah 180 mg/dL dan target HbA1C yang menggambarkan kondisi kadar gula darah dalam tiga bulan terakhir adalah kurang dari 7.

"Kita bisa melakukan upaya untuk mencegah atau memperlambat progresivitas agar tidak jatuh ke stadium ginjal selanjutnya dengan mengontrol faktor risiko," jelas Aida.

Penderita hipertensi dan diabetes melitus juga disarankan untuk melakukan skrining PGK secara berkala. Skrining perlu dilakukan karena penurunan fungsi ginjal pada tahap awal cenderung tidak bergejala dan tidak disadari penderitanya.

Gejala baru muncul ketika penderita sudah memasuki stadium PGK yang cukup berat. Melalui skrining secara berkala, PGK bisa didiagnosis dan ditangani sejak dini. Dengan begitu, bila ditemukan PGK, progresivitas dan penurunan fungsi ginjal yang dialami pasien bisa diperlambat agar tidak masuk ke stadium yang lebih berat.

Penurunan fungsi ginjal bisa diketahui melalui pemeriksaan darah dan urin. Pemeriksaan darah berfungsi untuk melihat kadar kreatinin, ureum dan laju filtrasi glomerulus (GFR). Sedangkan pemeriksaan urin berfungsi untuk melihat kadar albumin dan sel darah merah.

"Lakukan skrining utnuk mengetahui diagnosis dini apakah ginjal mulai terganggu atau tidak," kata Aida.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement