Selasa 19 Mar 2019 11:36 WIB

Remaja Jadi Pintu Gerbang Wujudkan Keluarga Berkualitas

BKKBN menyiapkan remaja sebagai keluarga yang berencana

Rep: Dea Alvi Soraya/ Red: Christiyaningsih
Ilustrasi sekeluarga mengaji, mengaji sekeluarga, mengaji bersama, ngaji bersama
Foto: Republika/Yogi Ardhi
Ilustrasi sekeluarga mengaji, mengaji sekeluarga, mengaji bersama, ngaji bersama

REPUBLIKA.CO.ID, PONTIANAK -- Keluarga merupakan wadah pertama dan utama untuk pendidikan anak, termasuk pendidikan karakter. Indonesia diperkirakan akan menghadapi bonus demografi pada 2035 hingga 2040 mendatang. Bonus demografi ini akan diisi oleh penduduk berusia 16 hingga 30 tahun. Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) memprediksikan, 71 juta jiwa dari total keseluruhan populasi Indonesia adalah remaja.

Hal ini dapat menjadi peluang sekaligus tantangan bagi Indonesia. "Pada 2035 nanti, generasi muda inilah yang akan memimpin bangsa makanya kita bersama seluruh komponen baik pemerintah maupun masyarakat harus memberikan perhatian lebih kepada para remaja, karena persolan mereka juga tidak sedikit," jelas Deputi Keluarga Sejahtera dan Pemberdayaan Keluarga BKKBN Muhammad Yani kepada Republika belum lama ini.

Untuk menciptakan keluarga berkualitas, remaja memiliki peran yang cukup tinggi. Ini karena remaja berada di posisi terdepan dalam pintu kehidupan berkeluarga sekaligus penentu berkualitas atau tidaknya sebuah keluarga. Dalam keluarga yang berkualitas, orang tua perlu memiliki pendidikan dan karier yang mumpuni. Orang tua juga harus serta memahami tugas mengingat masih banyak pasangan suami istri yang belum memahami peran dan fungsinya sebagai orang tua.

"Maka, BKKBN menyiapkan mereka (remaja) ini sebagai keluarga yang berencana. Jika remaja telah memahami pentingnya keluarga yang berencana, maka keluarga yang berkualitas dapat lebih mudah terwujud," lanjut dia.

Yani menegaskan, terciptanya keluarga berkualitas memerlukan pendekatan yang tidak sebentar. Karena itu pemahaman sejak dini menjadi sangat penting. Cara yang dapat digunakan adalah pendekatan secara bertahap. Salah satu pendekatannya melalui program tribina yaitu bina keluarga balita, bina keluarga remaja, dan bina keluarga lansia.

"Tribina ini dilakukan untuk menjaga ketahanan keluarga, karena jika keluarga sudah kuat, tidak hanya baik bagi ketahanan nasional, tapi juga keluarga itu sendiri," jelas Yani.

Berdasarkan data Badan Narkotika Nasional (BNN), secara umum remaja masih dibayangi resiko merokok, minum minuman beralkohol, dan seks pranikah yang semakin tinggi tiap tahunnya. Permasalahan ini khususnya mendera kalangan pelajar sekolah menengah pertama (SMP) atau remaja tahap awal.

Pada 2016, sebanyak 39,7 persen remaja laki-laki berisiko merokok sementara risiko remaja perempuan sebesar 4,03 persen. Bahaya narkoba dan minuman keras juga cukup tinggi bagi remaja laki-laki, yakni 4,43 dan 16,38 persen. Sedangkan risiko seks bebas bagi remaja laki-laki dan perempuan berada di angka empat hingga delapan persen.

Tribina, kata Yani, bukan hanya berorientasi membuat keluarga Indonesia menjadi lebih mandiri dan sejahtera. Akan tetapi, juga menjadi solusi dalam mengantisipasi tingginya proporsi usia tidak produktif di Indonesia yang selama ini menjadi beban negara. Menurut data BKKBN, hingga kini masih banyak lansia di Indonesia yang kurang beruntung dan harus terus membanting tulang untuk bertahan hidup. Hal ini didasari latar belakang pendidikan yang rendah, keadaan ekonomi yang serba kurang, serta  ancaman penyakit kronis.

“Makanya kita siapkan bina keluarga pra-lansia supaya mereka bisa memperhatikan kesehatannya, dan mempersiapkan masa tuanya. Intinya kita ingin mereka bahagia di hari tua dan ini yang dilihat BKKBN sebagai keluarga yang berkualitas,” kata Yani.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement