Sabtu 09 Mar 2019 17:15 WIB

Tidur Lebih di Akhir Pekan tak Mengganti Tidur yang Hilang

tidur lebih lama di akhir pekan tidak cukup membalikkan kerusakan akibat kurang tidu.

Rep: MGROL121/ Red: Ani Nursalikah
Tidur dengan mengenakan kaus kaki.
Foto: Boldsky
Tidur dengan mengenakan kaus kaki.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) melaporkan satu sampai tiga dari seluruh orang dewasa di Amerika Serikat tidak memenuhi waktu tidur yang direkomendasikan CDC. Sesuai pedoman, setiap orang sedikitnya harus tidur selama tujuh jam setiap malam

Kurang tidur dapat terjadi karena berbagai alasan, termasuk gangguan tidur, stres sehari-hari, terlalu banyak komitmen kerja, atau kehidupan yang sibuk. Ada hubungan kuat antara tidur terlalu sedikit setiap malam dan peningkatan risiko obesitas, diabetes, dan masalah kardiovaskular.

Baca Juga

Ketika kita secara terus-menerus kurang tidur pada malam hari, banyak dari kita berharap bisa membayar utang tidur dengan tidur lebih lama di akhir pekan. Sebuah studi yang ditampilkan di Journal of Sleep Research tahun lalu menyarankan praktik ini bisa sangat bermanfaat dalam menjaga kesehatan.

Namun, sebuah studi baru, yang temuannya muncul dalam Current Biology, bertentangan dengan kesimpulan ini. Penelitian baru ini menunjukkan tidur lebih lama di akhir pekan tidak cukup membalikkan kerusakan yang disebabkan oleh kurang tidur selama seminggu.

"Yang bisa disimpulkan dari studi ini adalah pemulihan tidur di akhir pekan bukanlah strategi yang efektif mengembalikan gangguan metabolisme yang disebabkan oleh kurang tidur," ujar penulis studi ini, Kenneth Wright dari Universitas Colorado Boulder.

Untuk menguji apakah tidur lebih lama di akhir pekan dapat menangkal dampak buruk dari kurang tidur kronis, para peneliti merekrut 36 peserta dewasa muda yang sehat.

Setelah itu mereka dipisah secara acak ke dalam tiga kelompok.

Kelompok pertama hanya tidur lima jam setiap malam di hari kerja dan akhir pekan. Kelompok kedua tidur lima jam per malam sepanjang minggu, diikuti dengan tidur tanpa batas di akhir pekan dan kemudian dua malam dengan tidur lima jam. Kelompok ketiga tidur sembilan jam setiap malam baik hari biasa maupun akhir pekan.

Para peneliti menemukan, semua kelompok yang kurang jam tidur selama seminggu memiliki kebiasaan mengudap setelah makan malam, yang menyebabkan kenaikan berat badan. Namun, peserta studi yang tidur lebih lama di akhir pekan ngemil dengan lebih sedikit kalori setelah makan malam dibandingkan mereka yang kurang tidur.

Meski demikian, bahkan setelah memiliki kesempatan untuk tidur di akhir pekan, orang-orang yang kembali ke pola tidur yang kurang selama seminggu terus mengalami disregulasi jam tubuh mereka. Mereka melanjutkan kebiasaan mengudap setelah makan malam dan terus menambah berat badan.

Dalam hal perubahan metabolisme spesifik, para peneliti melihat, kelompok yang kurang waktu tidurnya setiap malam memiliki sensitivitas insulin yang lebih rendah, mengalami penurunan sekitar 13 persen. Sensitivitas insulin yang tinggi biasanya merupakan penanda kesehatan yang baik, sedangkan sensitivitas yang rendah terhadap hormon ini yang disebut resistensi insulin dapat mengindikasikan diabetes.

Tidak mengejutkan, penurunan sensitivitas insulin terjadi di antara mereka yang berada dalam kelompok yang kurang tidur. Sementara para peserta yang tidur lebih lama pada akhir pekan, pada kenyataannya, tidak memiliki hasil yang lebih baik.

Meskipun tidur lebih lama di akhir pekan, kelompok ini masih memiliki sensitivitas insulin yang lebih rendah dari biasanya, dan begitu mereka mulai mengalami kurang tidur lagi selama seminggu, sensitivitas insulin mereka, baik secara keseluruhan dan di hati juga otot secara khusus, akan menurun antara sembilan dan 27 persen .

"Temuan kami menunjukkan sensitivitas insulin spesifik otot dan hati lebih buruk terjadi pada kelompok yang bisa tidur lebih lama di akhir pekan," ujar Christopher Depner.

Dia menambahkan temuan ini sangat mengejutkan bagi tim peneliti. "Temuan ini tidak diantisipasi dan lebih lanjut menunjukkan pemulihan tidur di akhir pekan tidak mungkin [menjadi] penanggulangan kurang tidur yang efektif." kata Christopher Depner.

Di masa depan, tim peneliti bertujuan mengeksplorasi lebih lanjut apakah strategi mengejar kekurangan tidur, termasuk tidur siang hari, dapat membalikkan kerusakan akibat kurang tidur, dan jika demikian, sejauh mana dan dalam keadaan apa.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement