REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Penggunaan garam pada beragam sajian makanan seolah tak terhindarkan. Garam ada pada roti, piza, sup, dan makanan kemasan hingga makanan restoran.
Garam memang diperlukan untuk menambah cita rasa. Namun, baru-baru ini, para ahli menyarankan agar masyarakat berhati-hati dengan garam yang ada pada makanan tersebut.
Yang harus diwaspadai pada garam bukan rasa asinnya, tapi kadar sodium atau natrium. Sebuah laporan dari Akademi Ilmu Pengetahuan, Teknik, dan Kedokteran Nasional AS mengaitkan batas yang disarankan untuk natrium dengan pengurangan risiko penyakit kronis. Laporan tersebut, diharapkan menjadi panduan bagi para pembuat kebijakan serta menjadi pedoman untuk mengurangi garam.
“Dengan mengurangi garam, maka sama dengan mengurangi risiko penyakit kardiovaskular, paling tidak batas bagi orang dewasa hanya direkomendasikan 2.300 mg sehari,” demikian laporan tersebut seperti dilansir AP, Rabu (6/3).
Sebelumnya, batas yang direkomendasikan didasarkan pada ambang batas yang digunakan para ahli untuk menunjukkan berbagai potensi efek buruk. Sekarang, laporan itu mengatakan tingkat asupan atas akan menunjukkan ambang batas untuk potensi toksisitas.
Ini merupakan rekomendasi diet pertama dari Akademi Nasional untuk kategori baru pengurangan risiko penyakit kronis. Menurut laporan itu, nutrisi lain mungkin dievaluasi secara sama.
Jika tidak, sebagian besar laporan memperkuat rekomendasi yang ada, dengan beberapa penyesuaian. Misalnya, tidak ada lagi bukti yang cukup, terkait orang yang berusia 51 dan lebih tua membutuhkan lebih sedikit garam dibandingkan orang dewasa lainnya.
Nasihat tentang kalium, yang ditemukan dalam makanan termasuk pisang dan kentang, juga disesuaikan untuk secara umum menurunkan jumlah yang dianggap memadai untuk orang sehat.