Senin 04 Mar 2019 11:28 WIB

Pengobatan dengan Makanan untuk Sembuhkan Penyakit

Masalahnya, makan sehat tidak semudah mengonsumsi obat.

Rep: Dwina Agustin/ Red: Indira Rezkisari
Menu makanan sehat seperti kreasi restoran vegetarian Burgreens diprediksi akan makin digemari di tahun 2019.
Foto: Republika/Yasin Habibi
Menu makanan sehat seperti kreasi restoran vegetarian Burgreens diprediksi akan makin digemari di tahun 2019.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Memilih makanan sehat merupakan rekomendasi untuk menjaga tubuh agar tetap sehat dan tidak terserang penyakit. Dengan perkembangan penelitian, makanan saat ini menjadi terapi pengobatan untuk mendukung kesembuhan seseorang ketika sakit.

Terapi tersebut adalah Program Geisinger yang diluncurkan pada tahun 2017 oleh Sistem Kesehatan Geisinger di salah satu rumah sakit milik komunitas Fresh Food Farmacy. Komunitas ini menyediakan makanan sehat seperti buah-buahan, sayuran, daging tanpa lemak dan pilihan rendah sodium  untuk pasien di Northumberland County, Pennsylvania, dan mengajari mereka cara memasukkan makanan-makanan itu ke dalam makanan sehari-hari.

Baca Juga

Program Geisinger adalah salah satu dari sejumlah upaya terobosan yang akhirnya menganggap makanan sebagai bagian penting dari perawatan medis pasien. Program ini juga memperlakukan makanan sebagai obat yang dapat memiliki kekuatan untuk menyembuhkan.

Lebih banyak penelitian mengungkapkan, kesehatan manusia lebih luas daripada obat yang mereka minum dan tes yang dilakukan. Kesehatan dipengaruhi oleh seberapa banyak orang tidur dan berolahraga, seberapa banyak stres yang mereka pikul, dan apa yang dikonsumsi setiap makan.

Makanan menjadi fokus khusus para dokter, rumah sakit, perusahaan asuransi, bahkan pengusaha yang frustrasi dengan lambatnya kemajuan perawatan obat dalam mengurangi penyakit terkait makanan seperti diabetes tipe 2, penyakit jantung, hipertensi, dan kanker. Mereka juga didorong oleh pertumbuhan penelitian yang mendukung gagasan ketika orang makan dengan baik, maka akan tetap sehat dan lebih mungkin mengendalikan penyakit kronis dan mungkin menghindarinya sama sekali.

"Ketika Anda memprioritaskan makanan dan mengajar orang bagaimana menyiapkan makanan sehat, lihatlah, itu bisa berakhir lebih berdampak daripada obat itu sendiri,” kata presiden sementara dan CEO Geisinger Dr. Jaewon Ryu, dikutip dari Time.

Masalah yang ditemukan adalah makan sehat tidak semudah mengonsumsi pil. Bagi sebagian orang, makanan sehat tidak tersedia dan tidak terjangkau. Untuk mengatasi ini, di Amerika Serikat beberapa rumah sakit telah bekerja dengan pedagang grosir lokal untuk memberikan diskon pada buah-buahan dan sayuran ketika pasien memberikan "resep" yang ditulis oleh dokter.

Contoh saja, beberapa dokter di Kaiser Permanente di San Francisco membagikan resep makanan alih-alih menaruh resep obat untuk pasien. Pasien dapat mengambil di Thrive Kitchen, yang juga menyediakan kelas memasak bulanan murah untuk anggota rencana kesehatannya.

"Gagasan tentang makanan sebagai obat bukan hanya gagasan yang waktunya telah tiba. Itu adalah ide yang sangat penting untuk sistem perawatan kesehatan kita," kata ahli jantung dan dekan Fakultas Sains dan Kebijakan Gizi Universitas Friedman di Universitas Tufts Dr. Dariush Mozaffarian.

Memang sulit untuk melihat hasil kesehatan dari makanan untuk penyakit-penyakit yang sudah terjadi menahun. Makanan tidak seperti obat-obatan yang dapat diuji dalam studi ketat yang membandingkan orang yang makan secangkir blueberry sehari atau tidak untuk menentukan apakah buah dapat mencegah kanker.

Makanan tidak sama dengan obat ketika menyangkut bagaimana bertindak pada tubuh manusia. Obat dan makanan dapat mengandung sejumlah bahan yang bermanfaat, dan mungkin kurang bermanfaat, yang bekerja dalam sistem yang berbeda.

Dokter juga tahu manusia makan tidak hanya untuk memberi makan sel tubuh. Namun, mengonsumsi makanan sering karena pengaruh emosi, seperti merasa senang atau sedih.

"Jauh lebih murah untuk memberi seseorang statin tiga bulan [untuk menurunkan kolesterol mereka] daripada mencari tahu cara membuat mereka makan makanan yang sehat," kata profesor epidemiologi dan nutrisi di Harvard T.H. Chan School of Public Health Eric Rimm.

Kekuatan makanan sebagai obat memperoleh kredibilitas ilmiah pada tahun 2002. Ketika itu pemerintah AS merilis hasil studi yang mengacu pada diet dan program latihan untuk melawan pengobatan obat bagi diabetes tipe 2.

Program Pencegahan Diabetes membandingkan orang-orang yang ditugaskan untuk diet rendah lemak jenuh, gula dan garam yang termasuk protein tanpa lemak dan buah-buahan segar dan sayuran dengan orang-orang yang ditugaskan untuk mengambil metformin untuk menurunkan gula darah. Di antara orang-orang yang berisiko tinggi terkena diabetes, mereka yang menggunakan metformin menurunkan risiko terkena diabetes hingga 31 persen dibandingkan dengan mereka yang menggunakan plasebo.

Sementara mereka yang memodifikasi diet dan berolahraga secara teratur menurunkan risiko hingga 58 persen dibandingkan dengan mereka yang tidak mengubah perilaku. Hal ini hampir dua kali lipat dalam pengurangan risiko kalau dibandingkan dengan konsumsi obat.

Studi pada 2010 menunjukkan makanan bisa mengobati penyakit. Medicare mengganti program berbasis gaya hidup pertama untuk mengobati penyakit jantung.

Hal itu berdasarkan kerja puluhan tahun oleh University of California, San Francisco, pakar jantung Dr. Dean Ornish. Di bawah rencananya, orang-orang yang mengalami serangan jantung beralih ke diet rendah lemak, berolahraga secara teratur, berhenti merokok, menurunkan tingkat stres mereka dengan meditasi dan memperkuat hubungan sosial. Dalam serangkaian penelitian, dia menemukan sebagian besar menurunkan gula darah, tekanan darah, dan kadar kolesterol dan membalikkan beberapa penyumbatan di arteri jantung.

Dalam beberapa tahun terakhir, penelitian lain menunjukkan manfaat yang sama untuk pola makan sehat seperti diet Mediterania dalam mencegah kejadian berulang bagi orang yang memiliki penyakit serangan jantung. "Jelas orang yang dilatih tentang cara makan makanan Mediterania yang kaya kacang atau minyak zaitun mendapatkan manfaat lebih daripada yang kami temukan dalam uji statin yang dilakukan dengan cara yang sama [untuk menurunkan kolesterol],” kata Rimm.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement