Jumat 01 Mar 2019 18:28 WIB

Anak Berkebutuhan Khusus Kerap Alami Diskriminasi Berlapis

Anak disabilitas rentan kekerasan seksual karena ketidakberdayaan.

Rep: Mursalin Yasland/ Red: Ani Nursalikah
Ilustrasi Kekerasan Seksual
Foto: Foto : MgRol112
Ilustrasi Kekerasan Seksual

REPUBLIKA.CO.ID, BANDAR LAMPUNG -- Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) atau anak penyandang disabilitas (APD) menjadi kelompok yang paling rentan menjadi korban kekerasan seksual. Menurut Deputi Bidang Perlindungan Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) Nahar, ABK kerap mengalami diskriminasi yang berlapis, termasuk kekerasan seksual.

“Kondisi ketidakberdayaan anak penyandang disabilitas juga kerap dimanfaatkan sepihak. Kondisi ini perlu diwaspadai dan jadi perhatian khusus pemerintah serta masyarakat,” kata Nahar pada Rapat Koordinasi Perlindungan Anak Disabilitas di Bandar Lampung, Jumat (1/3).

Baca Juga

Ia mengatakan, Kemen PPPA serius dalam menangani kasus kekerasan seksual pada anak khususnya APD. Kejadian kasus inses dengan korban ABK di Kabupaten Pringsewu, Povinsi Lampung, mendorong Kemen PPPA melakukan koordinasi kebijakan perlindungan anak penyandang disabilitas.

Menurut dia, koordinasi diharapkan dapat lebih menguatkan sistem perlindungan khusus anak, dan sebagai bentuk dukungan pemerintah pusat kepada pihak-pihak yang telah bekerja dalam melindungi dan memenuhi hak-hak anak di daerah. Disamping itu melahirkan pola atau model penanganan dan perlindungan terhadap APD.

Bentuk penanganan APD yang menjadi korban kekerasan harus berdasarkan kepentingan terbaik bagi anak. “Sebaik-baiknya penanganan korban kekeasan seksual pada ABK itu tidak jauh dari tempat asalnya dan tidak jauh dari orang-orang terdekat yang bisa memahami kebutuhan anak itu,” katanya.

Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Provinsi Lampung Bayana mengatakan, kejadian kasus kekerasan seksual yang bersifat inses (sedarah/sekandung) yang terjadi di Kabupaten Pringsewu, menyadarkan banyak pihak karena terjadi di depan mata dan sangat dekat dengan masyarakat. Bayana menjelaskan jika penanganan terbaik suatu masalah apabila seluruh elemen berintegasi satu sama lain.

“Peristiwa ini menjadi pendorong bagi kita untuk lebih memperkuat lagi pengawasan dan kepedulian melalui perlindungan anak terpadu berbasis masyarakat atau PATBM,” katanya. Ke depan, akan dibentuk perlindungan PATBM di desa-desa dan kelurahan di Provinsi Lampung.

“Kami harapkan masyarakat buka mata dan telinga sebagai bentuk tanggung jawab untuk memastikan kehidupan anak dan perempuan baik-baik saja,” ujar Bayana.

Dalam rapat koordinasi lintas sektoral tersebut, ada tiga komponen yang dibahas. Pertama, pencegahan kekerasan. Kedua, penyediaan layanan. Ketiga, penguatan dan pengembangan lembaga penyedia layanan APD.

Dari hasil rapat muncul kesepakatan dan rencana tindak lanjut. Diantaranya, pemetaan terhadap APD sebagai dasar dalam memberikan edukasi pada keluarga yang memiliki APD, maupun masyarakat di lingkungan tempat tinggal APD. Identifikasi dan sosialisasi layanan terhadap APD dalam rangka penguatan kelembagaan, serta pengembangan  PATBM di seluruh desa atau wilayah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement