REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Pasien dengan gangguan ginjal baik penyakit ginjal kronis maupun gangguan ginjal akut terus naik tiap tahun di Yogyakarta. Bahkan, tidak semua penderita dapat tertangani.
Ahli Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dr Sardjito, Heru Prasanto mengatakan, sejak 2014 penambahan pasien mencapai 900 orang dalam setahun. Tahun berikutnya terus meningkat bahkan mencapai angka di atas seribu pasien.
"Semuanya mendapat pelayanan di seluruh rumah sakit di Yogyakarta," kata Heru.
Sementara, tidak seluruh pasien yang mendapatkan pelayanan kesehatan. Hal ini disebabkan karena kurangnya kesadaran masyarakat untuk memeriksakan kesehatannya.
"Kalau per angka 2015 ke 2016, 0,2 persen prevalensinya. Atau dibilang penyakit ginjal yang baru ada dua per 1.000 penduduk. Ini tinggi ya. Tapi hanya sekitar 10 persen yang mendapat pelayanan," ujarnya.
RSUP Dr Sardjito melayani 153 pasien gangguan ginjal yang melakukan cuci darah rutin. Sementara, 83 pasien melakukan cuci darah mandiri, namun harus tetap kontrol rutin tiap bulannya.
Namun pelayanan kesehatan pun terus ditingkatkan. Bahkan berbagai inovasi dilakukan agar penderita gangguan ginjal mendapat pelayanan yang seharusnya.
RSUP Dr Sardjito pun saat ini menerapkan transplantasi dari orang meninggal, yang mana pendonor dan penerima tidak ada hubungan dengan keluarga pasien. Inovasi ini dinilai lebih efektif yang juga dibarengi dengan pemberian obat-obatan untuk mengantisipasi ketidak cocokan.
"Pada 2018 kita sudah melakukan transplantasi 17 orang. Sampai saat ini pasien itu baik, ginjalnya sudah berjalan baik walaupun itu dilakukan dengan orang yang tidak ada hubungannya dengan keluarga," kata Heru.
Direktur RSUP Dr Sardjito, Darwito mengungkapkan terus berupaya memberikan pelayanan yang terbaik kepada pasien. Bahkan, pasien yang transplantasi ginjal tidak hanya dari Yogyakarta.
"Ada 52 yang sudah cangkok, mulai dari Yogyakarta, Surabaya dan luar Jawa. Prinsip kita memberikan satu fasilitas ke masyarakat, ini dicover oleh BPJS," kata Darwito.