REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) mendorong komersialisasi Kit Diagnostik demam berdarah dengue (DBD). Kit merupakan alat yang mampu mendeteksi potensi DBD dalam waktu singkat.
"Kami inginkan mitra industri yang akan memproduksi massal kit DBD ini dapat segera melakukan produksi," kata Deputi Bidang Teknologi Agroindustri dan Bioteknologi (TAB) Soni Solistia Wirawan dalam konferensi pers, Jakarta, Rabu (6/2).
Konferensi pers itu diadakan di sela-sela kegiatan The 3rd Bioeconomic Innovations on Agroindustrial Technology And Biotechnology 2019, dengan tema "Synergy for acceleration of innovations on agroindustrial technology and biotechnology" (Bersinergi untuk Percepatan Inovasi pada Teknologi Agroindustri dan Bioteknologi).
Kit Diagnostik Demam Berdarah Dengue merupakan purwarupa inovasi BPPT untuk bidang kesehatan. Dengan penggunaan kit itu, diharapkan dapat mempercepat deteksi untuk tindakan penanganan demam berdarah di Indonesia.
Menjalin kerja sama dengan industri merupakan bagian dari proses hilirisasi produk inovasi dengan harapan dapat digunakan untuk kepentingan masyarakat luas. Kit Diagnostik DBD itu dapat mendeteksi potensi DBD dalam waktu dua hingga 10 menit. Pada kerja produk, darah diteteskan pada lubang kit, kemudian kit diposisikan secara mendatar. Jika tanda dua garis merah muncul, maka terdeteksi terkena DBD. Kit itu hanya dipakai jika pengguna demam hingga lima hari.
Pelaksana tugas Direktur Pusat Teknologi Farmasi dan Medika (PTFM) BPPT Agung Eru Wibowo menuturkan kit DBD BPPT menggunakan anti-NS1 monoklonal antibodi yang dikembangkan berdasarkan strain virus lokal Indonesia sehingga diharapkan memberikan sensitivitas yang lebih baik. "Komponen utama prototip kit diagnostik dengue BPPT berupa antibodi monoklonal anti-NS1 telah terbukti dalam skala laboratorium dapat mengenali virus dengue strain lokal Indonesia," ujarnya.
Saat ini, BPPT sedang melakukan finalisasi pembahasan dengan mitra industri, yakni salah satu badan usaha milik negara di bidang farmasi dalam rangka hilirisasi dan komersialisasi produk kit. Kit diagnostik itu belum diproduksi secara masal dan masih menunggu tahap kerjasama dengan mitra industri.
Selanjutnya, kit itu juga masih dalam tahap proses perolehan izin edar, yang mana akan diajukan mitra industri kepada Kementerian Kesehatan. "Semoga dalam waktu yang tidak terlalu lama, kit deteksi dengue ini segera bisa diproduksi secara massal untuk membantu mengatasi penanganan wabah demam berdarah di Indonesia," ujarnya.
Terkait pengembangan produk, Pusat Teknologi Farmasi dan Medika BPPT mengembangkan anti-NS1 antibodi monoklonal (mAb) berbasis virus Dengue strain lokal. Virus Dengue strain lokal itu merupakan hasil isolasi Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan.
Kemudian, BPPT mengembangkan Kit Diagnostik DBD berbasis teknik imunokromatografi dengan menggunakan anti-NS1 mAb.
Perekayasa utama di Deputi TAB BPPT Imam Paryanto menuturkan pengembangan kit itu sudah dimulai dalam dua tahun belakangan. Ia mengatakan produk itu telah melalui tahap pengujian internal dan memberikan hasil sensitivitas yang bagus.
"Kalau negosisasi lancar (dengan mitra industri), diharapkan tahun ini bisa (produksi massal)," ujarnya. Sebagai produk dalam negeri, dia mengatakan KIT Diagnostik DBD akan lebih murah dibandingkan dengan produk impor yang beredar.