Senin 14 Jan 2019 11:42 WIB

Kisah Happy Salma Hidupkan Industri Teater Tanah Air

Tiap tahun Happy selalu berupaya mementaskan sebuah karya sastra.

Rep: Christiyaningsih/ Red: Indira Rezkisari
Happy Salma
Foto: Republika/Christiyaningsih
Happy Salma

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Industri teater di Indonesia masih belum menjadi industri yang berkembang layaknya industri perfilman. Industri teater belum tumbuh dan pangsa pasarnya sangat minim. Kondisi inilah yang membuat Happy Salma merasa miris.

Oleh karena itu, ia pun berupaya agar industri ini makin banyak dilirik pegiat seni dan menyedot penonton yang lebih banyak. Maka tak heran Happy Salma dan Titimangsa Foundation, yayasan yang dirintisnya bersama Yulia Evina Bhara, rutin menggarap proyek yang berhubungan dengan karya sastra, kepenulisan, dan seni pertunjukan (teater).

Pada 2 dan 3 Februari mendatang, Titimangsa Foundation mempersembahkan pertunjukannya yang ke-39 berjudul Nyanyi Sunyi Revolusi. Pertunjukan ini berkisah tentang kehidupan cinta dan perjuangan Amir Hamzah, nasionalis sekaligus penyair angkatan Pujangga Baru.

"Tiap tahun saya berusaha mengalihwahanakan karya sastra. Pertunjukan ini saya anggap luar biasa karena hari ini banyak lulusan teater, seni, dan sastra bekerja di luar ilmunya," kata aktris yang membintangi film Rectoverso, akhir pekan lalu.

Sebagai pegiat teater, Happy ingin agar penonton bisa menghargai seni pertunjukan dengan membeli tiket dan mengapresiasi kerja keras pelaku seni. "Kami sedang membangun ekosistem karena teater belum jadi industri. Bersyukur semakin hari teman-teman yang meminta tiket gratis semakin sedikit," terang peraih Piala Citra 2010 ini.

Happy mengaku sangat mencintai sastra Indonesia sehingga konsisten menggali dan mengangkatnya dalam bentuk pertunjukan. "Ini saya lakukan karena rasa cinta. Kalau sekali dua kali mungkin euforia tapi saya berusaha lakukan terus menerus karena kecintaan terhadap sastra Indonesia," kata ibu dua anak itu.

Beberapa karya Titimangsa antara lain memproduksi pentas teater Ronggeng Dukuh Paruk yang diadaptasi dari novel Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari pada 2009. Titimangsa juga memproduksi pementasan Monolog Inggit dan mengadaptasi roman Kuantar ke Gerbang. Happy Salma dan timnya juga memproduksi pentas teater Sukreni Gadis Bali hingga menghadirkan teater Bunga Penutup Abad hasil adaptasi dua novel Pramoedya Ananta Toer.

Menurut Happy setiap membuat pertunjukan diperlukan kecintaan yang besar. Dia menuturkan tantangan memproduksi pentas teater tidak hanya membuat pertunjukan, menjual tiket, mencari penonton, dan sebagainya.

"Kami juga menjalin silaturahni dengan meminta izin dan restu dari para ahli waris yang akan dipentaskan. Ini tentang bagaimana membangun kedekatan dengan keluarga. Tantangan seperti itu yang penuh ketidakpastian karena berhubungan dengan silaturahmi," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement