REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rumah bersih dan rapi akan membuat siapa saja yang tinggal di dalamnya merasa sangat nyaman. Namun, jangan salah, ada pula yang tetap merasa nyaman meski rumahnya sangat berantakan, kotor, dan penuh tumpukan barang di dalamnya.
Menurut penelitian, rumah berantakan ternyata bisa menjadi salah satu tanda seseorang menderita clutter atau kekacauan. Clutter termasuk gangguan psikologis, yaitu seseorang posesif terhadap barang-barangnya dan membiarkannya menumpuk hingga menyampah.
Profesor psikologi dari Universitas DePaul Chichago Joseph Ferrari bersama tim melakukan sebuah penelitian untuk melihat penyebab dari kekacauan ini dan dampaknya terhadap kesehatan emosi. Responden terdiri atas mahasiswa serta orang dewasa yang terbagi dalam tiga kelompok usia; 20, 30, dan 50 tahun.
Ketiga kelompok responden akan ditanyai mengenai kekacauan dan kepuasan hidup. Mereka diminta merespons pertanyaan yang menjurus pada procrastination (gangguan psikologis untuk menyebut orang yang suka menunda pekerjaan). Procrastination dianggap memiliki kaitan yang erat dengan clutter atau kekacauan.
Penelitian yang telah dipublikasikan di Current Psychology menemukan bahwa terdapat hubungan yang sangat kuat antara procrastination dan gangguan kekacauan di semua rentang usia. Frustasi dengan gangguan kekacauan cenderung meningkat seiring pertambahan usia.
Di antara orang dewasa, gangguan kekacauan juga diasosiasikan dengan ketidakpuasan hidup. Kekacauan secara negatif bahkan berdampak terhadap kesehatan mental, khususnya di antara kaum perempuan. Clutter juga bisa meningkatkan level hormon stres, yaitu kortisol.
Ferrari juga menggarisbawahi bahwa gangguan kekacauan juga terjadi karena seseorang merasa terlalu dekat dengan benda pribadinya. Ini akan membuatnya sulit berpisah dari benda itu dan enggan untuk membuangnya meski sudah rusak atau tidak bisa dipakai.
Untuk mengatasi gangguan ini, Ferrari menyarankan pasien untuk tidak menyentuh benda kesayangannya. "Sekali saja dia menyentuhnya maka akan sulit untuk melepaskannya. Mintalah orang lain untuk memegang dan membuangnya," kata Ferrari.
Cara lain yang bisa dilakukan, yaitu berusaha untuk tidak membeli atau mendapatkan barang-barang baru. Ferrari mengatakan, kebanyakan pasien sangat suka menambah dan mengumpulkan barang-barang baru meski tidak membutuhkannya, dilansir dari Independent, Rabu (9/1).