Kamis 20 Dec 2018 05:40 WIB

Kebiasaan Memainkan Rambut Tergolong Gangguan Psikologis

Untuk mengobatinya, penderita harus bertemu dengan psikolog.

Rep: Christiyaningsih/ Red: Indira Rezkisari
Memiliki rambut indah adalah impian tiap wanita. Namun, kandungan tertentu di sampo bisa berpotensi merusak kesehatan.
Foto: EPA
Memiliki rambut indah adalah impian tiap wanita. Namun, kandungan tertentu di sampo bisa berpotensi merusak kesehatan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Melihat orang memainkan atau menarik-narik rambutnya sendiri adalah aktivitas yang nampak biasa. Kebiasaan itu umum dilakukan ketika sedang duduk-duduk, mengobrol, atau menonton televisi. Namun pada tahap tertentu kebiasaan memainkan rambut ternyata bisa dikategorikan sebagai gangguan psikologis.

'Penyakit' senang memainkan atau menarik-narik rambut disebut dengan trichotillomania. Orang disebut mengidap trichotillomania jika kebiasan memainkan rambut dilakukan berulang-ulang sehingga menyebabkan rontoknya rambut bahkan kebotakan.

"Kebiasaan menarik rambut masuk dalam spektrum obsessive-compulsive disorder (OCD) di bawah kategori body-focused repetitive behaviours (BFRBs)," kata psikolog klinis Jenny Yip dikutip dari laman Shape.

Psikolog yang menjadi anggota The American Board of Professional Psychology ini menerangkan BFRBs adalah perilaku menarik, mengikis, mengikis, atau menggigit bagian tubuh sendiri. Yaitu pada kuku, kulit, dan rambut hingga menyebabkan kerusakan. Selain trichotillomania, kebiasaan menggigit kuku (onychophagia) dan mengelupas kulit (excoriation) juga tergolong BFRBs.

Menurut Yip memainkan rambut tidak sekadar kebiasaan buruk. "Kita semua punya preferensi dan kebiasaan masing-masing, tapi itu tidak lantas menjadi sebuah penyakit. Namun ketika kebiasaan itu mulai mengganggu aktivitas sehari-hari, pekerjaan, interaksi sosial, dan interaksi keluarga maka itulah saatnya kebiasaan bisa dikategorikan sebagai penyakit," urai Yip.

Sebuah studi yang diterbitkan di The American Journal of Psychiatry menyebut trichotillomania terjadi pada 0,5 sampai 2 persen orang dewasa. Kaum wanita empat kali lebih banyak mengalami trichotillomania ketimbang para pria.

"Trichotillomania bukan sekadar kebiasaan yang dipelajari. Ada komponen biologis yang berperan di dalamnya, ada faktor hormonal atau ketidakseimbangan neurokimia," jelas Yip. Orang dengan trichotillomania biasanya juga punya saudara yang memiliki kebiasaan serupa. "Jadi ada pengaruh dari faktor genetik sebagai penyebabnya," jelas Yip. Oleh karena itulah gejala trichotillomania sudah bisa terlihat pada bayi usia 12 atau 18 bulan.

"Tidak ada penyembuhan untuk masalah psikologis seperti ini," imbuhnya. Ini artinya kendati masalah kerontokan rambut akibat trichotillomania bisa ditangani oleh dermatologis, terapi terbaik untuk menekan kebiasaan BFRBs adalah dengan berkonsultasi dengan psikolog, psikiater, atau terapis.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement