Rabu 19 Dec 2018 06:35 WIB

Miliki Anak Kedua Pengaruhi Kesehatan Mental, Mengapa?

Anggapan orang tua sudah berpengalaman dengan anak pertama tidak sepenuhnya benar.

Rep: Adysha Citra Ramadhani/ Red: Indira Rezkisari
Ibu muda dan anak-anaknya.
Foto: Republika/Prayogi
Ibu muda dan anak-anaknya.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Memiliki satu atau dua anak mungkin tidak begitu tampak berbeda. Padahal, memiliki anak kedua dapat memberi pengaruh cukup signifikan terhadap kesehatan mental.

Hal ini diungkapkan dalam sebuah publikasi yang dimuat pada Journal of Marriage and Family beberapa waktu lalu. Dalam publikasi ilmiah tersebut, tim peneliti menganalisis data dari Household, Income and Labour Dynamics in Australia (HILDA) Survey yang melibatkan sekitar 20 ribu orang Australia.

Baca Juga

Tim peneliti mengikuti para partisipan hingga 16 tahun untuk mengetahui apa yang terjadi pada tekanan waktu (time pressure) dan kesehatan mental orang tua ketika anak pertama lahir, tumbuh besar dan kemudian anak kedua lahir.

Banyak orang mengira bahwa time pressure akan menjadi lebih mudah ketika anak kedua lahir. Alasannya, ayah dan ibu telah memiliki 'pengalaman' dari merawat anak pertama mereka. Akan tetapi, anggapan ini ternyata tidak sepenuhnya benar.

Berdasarkan penelitian, kehadiran anak kedua cenderung meningkatkan time pressure pada orang tua. Selain itu, tim peneliti juga mengungkapkan bahwa kelahiran anak kedua cenderung diikuti oleh kesehatan mental orang tua yang memburuk, khususnya ibu.

Menurut peneliti, tekanan sebagai orang tua akan terasa lebih berat ketika orang tua harus berpacu dengan waktu untuk mengurus dua anak kecil. Karena pihak ibu yang biasanya lebih terlibat, dampak negatif terhadap kesehatan mental menjadi lebih berat pada ibu.

"Para ibu tidak dapat menanggung time demand dari anak-anak mereka sendirian," ungkap tim peneliti dalam sebuah essai yang dimuat dalam The Conversation seperti dilansir Yahoo! Style UK.

Berdasarkan temuan ini, tim peneliti berharap isu kesehatan mental pada orang tua khususnya ibu mendapatkan perhatian yang lebih baik. Para ibu, terang peneliti, perlu mendapatkan lebih banyak dukungan agar bisa menghadapi tekanan atau time pressure lebih baik.

Pada penelitian berbeda yang diungkapkan pada Oktober lalu, sekitar 85 persen ibu mengungkapkan bahwa mereka mengalami gangguan kecemasan atau masalah kesehatan mental lain. Masalah-masalah ini dirasakan ketika mereka hamil maupun setelah menjadi seorang ibu.

Survei pada laman ChannelMum juga menunjukkan bahwa lebih dari tiga per empat ibu mengungkapkan bahwa kesehatan mental mereka terganggu. Lebih dari setengah ibu mengaku mereka tak pernah diperingatkan mengenai adanya risiko masalah kesehatan mental ketika menjadi ibu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement