Senin 03 Dec 2018 09:58 WIB

Suami yang Kasar Bisa Perburuk Gejala Menopause

Perempuan yang alami kekerasan fisik menunjukan gejala cepat menopause

Rep: Adysha Citra Ramadani/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Suami atau pasangan yang melakukan penyiksaan atau abusive bisa menganggu kondisi menopause istri
Foto: media.healthy.com
Suami atau pasangan yang melakukan penyiksaan atau abusive bisa menganggu kondisi menopause istri

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perempuan akan mengalami beberapa gejala menopause sebelum benar-benar memasuki fase menopause. Gejala menopause umumnya dipengaruhi oleh faktor internal pada tubuh perempuan.

"Secara tradisional, gejala menopause sebagian besar disebabkan oleh perubahan hormonal dan biologis," papar ketua peneliti sekaligus psikolog peneliti klinis dari University of California Carolyn Gibson seperti dilansir WebMD.

Akan tetapi, perubahan hormonal dan biologis mungkin bukan satu-satunya faktor yang dapat mempengaruhi gejala menopause. Suasana hati yang buruk, kebiasaan merokok serta masalah kesehatan kronis seperti obesitas juga dapat mendorong timbulnya gejala menopause.

Terlepas dari itu, faktor eksternal nampaknya juga bisa mempengaruhi gejala menopause pada perempuan. Menurut penelitian terbaru, perilaku pasangan atau suami yang buruk terhadap perempuan juga dapat mempengaruhi gejala menopause.

Penelitian ini mengungkapkan bahwa perasaan tersiksa secara emosional akibat perlakuan buruk suami cenderung membuat gejala menopause pada perempuan menjadi lebih banyak dan berat. Beberapa gejala menopause yang mungkin terjadi adalah keringat berlebih di malam hari, rasa sakit saat berhubungan seksual dan hot flash atau rasa panas tiba-tiba yang muncul di sekitar wajah, leher maupun dada.

Seperti dilansir WebMD, penelitian terbaru ini melibatkan lebih dari dua ribu perempuan paruh baya dan perempuan yang lebih tua. Satu dari lima perempuan ini mendapatkan kekerasan emosional dari pasangan atau suami mereka.

Tim peneliti mengungkapkan bahwa perempuan-perempuan yang mendapatkan kekerasan emosional ini 50 persen lebih sering mengalami keringat berlebih di malam hari. Mereka pun 60 persen lebih sering merasakan kesakitan saat berhubungan seksual.

Perempuan yang menjadi korban kekerasan seksual maupun kekerasan fisik dari suami maupun mantan suami juga menunjukkan kecenderungan yang sama. Perempuan-perempuan ini diketahui 40-44 persen lebih berisiko mengalami hubungan seksual yang terasa menyakitkan.

"(KDRT, kekerasan seksual hingga penyiksaan emosional) dapat mempengaruhi kesehatan perempuan sepanjang hidupnya," jelas Gibson.

Gibson dan tim menilai penyiksaan emosional maupun trama lain menyebabkan perempuan mengalami stres atau rasa tertekan. Stres inilah yang kemudian memainkan peran dalam perubahan hormonal dan kemudian mempengaruhi gejala-gejala menopause pada perempuan.

Gibson mengungkapkan ada beragam bentuk penyiksaan emosional yang didapatkan oleh perempuan-perempuan ini. Beberapa di antaranya adalah menjadi sasaran ejekan, terlalu banyak dikritik, mendapatkan sebutan negatif seperti bodoh atau tidak berharga, hingga mendapatkan ancaman yang ditujukan kepada perempuan itu sendiri, barang yang ia miliki ataupun ancaman yang ditujukan kepada hewan peliharaan kesayangan perempuan tersebut.

Tim peneliti mengungkapkan bahwa penelitian yang mereka lakukan belum menunjukkan hubungan sebab-akibat secara langsung dari kekerasan emosional dan gejala menopause pada perempuan. Meski begitu, tim peneliti mengatakan penilaian rutin dan temuan mengenai adanya paparan traumatis pada perempuan dapat membantu penyedia layanan kesehatan untuk memberikan manajemen gejala menopause yang lebih efektif bagi perempuan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement